I've been trying this dating apps social experiment since early 2024, triggered by my own insecurity and anxiety wkwk. Awalnya karena ngambek sama BAPA. Katanya udah tahun terakhir, tapi kok ga nemu-nemu juga? Tya salah denger ato lagi dihukum nih?
Ternyata setelah menelisik lebih dalam, banyak hal yang masih harus diperbaiki. Banyak unresolved trauma and pattern yang masih perlu dibereskan sendirian. Okay Tya belajar lagi ya BAPA. Healing is messy, at least for me. How to unlearned the bad habits. Learn to articulate the thoughts and feelings. Belajar untuk menyelesaikan semua (atau setidaknya sebagian besar) unresolved trauma agar tidak menimbulkan trauma untuk anak-anakku nanti.
Aku coba hipnoterapi, penasaran aja ada ga masalah yang ga aku sadari. Setelah dari sesi itu jadi lumayan tercerahkan (kalo enggak rugi yaaa udah bayar mahal bgt hmmm) . Selama ini aku hidup dengan standar waktuku. Aku pengen semua timeline hidupku berjalan sesuai jadwal. Begitu ada yang terlanbat, atau berpotensi terlambat, aku panik, aku marah dan kesel sama diri sendiri (dan sama BAPA).
Jadi beberapa bulan ini aku coba lagi mengubah mindset
"Gapapa, ga telat kok kalo umur 30 belom nikah. Daripada diburu-buru target dan menyesal seumur hidup?"
"Ga kok, ga telat kalo baru gabung komsel di tahun terakhir di Jakarta."
"It's okay to meet new people. Maybe I'll try. Maybe they're not that bad."
"Kayaknya jangan buru-buru melabel sesuatu sebagai red-flag deh tya, coba aja dulu kenalan"
I was happy at how much I've grown. Sebelumnya aku menganggap diriku socially awkward. Tapi ga juga ternyata. Bisa kok ngobrol banyak dan dalam sama orang baru. Dan gampang banget ternyata. Terlatih juga pas kerja sih, aku selalu menempatkan diri seperti sedang edukasi keluarga pasien. Kayaknya memang aku lebih prefer 1 on 1 session daripada group session. Dann mungkin juga karena mereka total stranger, dan kemungkinan untuk ketemu lagi kecil banget, jadi bebas aja mo cerita apapun.
Proses ini bikin aku sadar juga, betapa aku penuh dengan kecemasan. How slow response and inconsistency triggers my anxiety. I know, need more time to work with it. I learn to communicate it too. Aku ga suka ngeliat diriku sendiri tampak desperate dan sangat butuh validasi orang lain. I've learned to sit in the discomfort rather than searching for the answer and explanation. Lil bit messy here and there but it's okay, it's the part of learning curve. Gapapa walopun sekarang masih sering jadi main sirkus dan jadi badut. Dan yang penting berusaha untuk jadi orang yang available saja. Tidak perlu mengejar, capek. Kalo enggak tertarik yasudah move on saja. Kalo kata therapistku, "go break your heart multiple times" hahahahaa
So far, combination of my intuition and the work of God were amazingg. Bisa gitu pagi doa, sorenya langsung dijawab. Jawaban 'Tidak' memang biasanya dikirim express. "iya, boleh." nya kapan dong BAPA?
Jakarta, 13 Juli 2025
ps: called it social experiment so it feels less heartbreaking hahaha. Jujur agak malu ya cerita ginian di blog, tapi gapapa it's the learning curve of being vulnerable wkwk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar