Tampilkan postingan dengan label Pandemic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pandemic. Tampilkan semua postingan

Jumat, November 13, 2020

Parno

Minggu ini cukup horor buat kita di UGD. Ga horor gimana-gimana sih, aku aja yang lebay. Cuma bikin parno aja. Jadi ceritanya, tiap ada pasien di UGD yang swabnya positif, nakes (perawat dan dokter) yang meriksa dan melayani pasien tersebut diarahkan untuk swab. Selama ini swab kita aman-aman saja. Sampai hari minggu kemarin. Kita dapat kabar kalau 1 kakak perawat positif. Hebohlah satu UGD. Yang positif tanpa gejala sih. Tapi beliau ini malamnya habis jaga. Dalam jaga malam itu beberapa orang (termasuk yang positif) sempat makan sama-sama. Ya makan-makan ga mungkin sambil pakai masker kan ya. Makan-makan juga pasti sambil cerita-cerita. 
Akhirnya ada keputusan dari kepala instalasi, kalau semua yang kerja di UGD wajib swab. Kalau enggak ga boleh kerja. Puji BAPA, dapat priviledge kerja di tempat yang punya swab PCR dan difasilitasi swab PCR berulang kali.

Aku hari senin minggu lalunya baru abis swab dan negatif. Jadi aku santai woles. Males buru-buru juga buat swab lagi. Sedangkan yang lain swab hari senin pagi. Senin aku jaga malam. Jaga seperti biasa. Sekitar jam 10, ditelpon sama petugas lab dan wadiryan. Dikabari kalau kakak apoteker swabnya positif. Ini posisinya dia lagi jaga malam sama aku. Mana pasien juga lagi rempong semua, belom rujukan-rujukan. Akhirnya setelah berbagai drama, kakak apotekernya langsung dievakuasi ke RS Undana. Tapi drama masih belom berakhir gan. Depo UGD jadi ga bisa dipakai gara-gara petugas sanitasi hilang entah kemana. Sampai pagi :). Ambulans belom disterilisasi juga. Pasien suspek belom dipindah ke UGD lantai 2. Semua karena petugas sanitasi entah dimana. 

Jam 8 pagi, akhirnya semua drama selesai. Sampai sorenya. Dapat kabar kalau dua teman jaga malamku positif. Yhaaaaaaaa. Puji Tuhan semua tanpa gejala, kalopun ada gejala, gejalanya ringan sekali. 
Aku masih santai, besok paginya masih jaga poli covid. Setelah selesai poli baru aku swab ulang. Iya bagemana ya kan 3 orang teman jagaku positif masak aku ga swab lagi. 
Sampai besok paginya, out of nowhere, tiba-tiba di WA sama salah satu konsulen. "Tia semoga cepat sembuh ya" 
Asem. Kan aku kaget ya. Apa ini. Ada info apa yang belum aku dengar. Jangan-jangan hasil swabku sudah ada terus langsung diworo-woro di grup komite medik tapi belum diinfokan ke aku. Panik ya kan. 
Terus aku langsung konfirmasi ke petugas lab PCR, katanya "kalau swab kemaren berarti masih belum dirunning dok".
Tapi tya tetap ga tenang. Apasih galau ga jelas. Epic banget ni kalau dalam 1 tim jaga ada 4 yang positif. Tapi untungnya kemaren jaganya agak hectic dan penuh drama, jadi kita tidak punya waktu untuk leha-leha dan makan bersama. Tapi parno sih kalau hasilku tiba-tiba positif, mana di rumah lagi banyak usia rentan. Di sisi lain agak ga terima sih kalau hasilku positif, kan selama ini kemana-mana aku pakai masker. Apa jadinya kalau aku yang rajin pakai masker, cuci tangan dan social distancing ini positif. Nantinya pasti orang-orang bakal mikir, dia aja yang taat protokol bisa kena, mending sekalian gausah protokol-protokolan. 
Semua keparnoan ini akhirnya buat aku seharian di kamar. Ga keluar kemana-mana, sampai dapat kabar jam 8 malam kalau hasil swabku negatif.

Puji BAPA.
Tya masih bisa marah-marah kalau liat orang ga taat protokol kesehatan.

Minggu, September 20, 2020

Tim tracing ala-ala

Hati-hati kalo doa, apalagi untuk hal abu-abu. Kalo jadi kenyataan pusing lho.

Awal-awal pandemik, pengen banget isolasi mandiri. Eh beneran dong pasien PDP yang aku terima meninggal. Akhirnya dapat isolasi mandiri lumayan 2 minggu kotor. Walopun akhirnya keknya swab pasien itu negatif. Yang penting udah isolasi mandiri. wkkwkw

Ga lama setelah lab PCR sudah ada, kepikiran pengen jadi tim tracing. Gegara gemes kok tracing cuma segini-segini doang, masak beneran cuma dikit sih kasusnya padahal kan tiap hari pesawat bolak balik Bandara Eltari.

Pengen rapid terus hasilnya reaktif, biar ada alasan swab gratis. Pengen diswab aja, karena rapid test itu halu. Tapi swab mandiri 1,5 jutaaa, mending dipake beli UNVR dapat 2 lot.

Eh beneran dong, sekarang dikasih. Bisa sok-sokan tracing, nginput data kontak di excel terus di kumpulin ke dinkes. Dan rencana swab juga besok. Buat mastiin aja sih biar tetap bisa jaga UGD. (Bapa, kalo gitu sekarang tya doanya biar lolos LPDP dan PPDS one shoot yaa).

Jadi PNS buat aku sadar 1 hal, kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan. Awalnya aku nunggu gimana nih dinkes tracingnya. Ternyata kurang yhaaa. Masak kontak erat harus bayar swab mandiri. Setelah dipikir-pikir lagi, aku kan sama-sama tenaga kesehatan, ngerti juga apa yang harus dilakukan, yaudah aku bantu aja tracingnya. Bantu ngumpulin data. Daripada marah-marah ga ada ujungnya kan. Mending kerjakan apa yang bisa dikerjakan, jadi penghubung antara dinkes dan kontak. Win win solution. Kalo kata bu Tejo,


Tuh kan kalau kamu bantu tim tracing, hampir semua kontak diswab kann. Good job!



 

Keesokan harinyaa

Pagi jam 9 kurang swab, malamnya hasil sudah keluar. Kusuka kegercepan ini. Oh betapa aku bersyukur kerja di RSUD Johannes dengan semua fasilitasnyaaa (Sungguh meyakinkan tya untuk mencukupkan diri dengan 1 SIP wkwkwk)

 

tapi masi degdegser nunggu hasil swab kontak yang lain :)) katanya sih 5 hari :))

Pelajaran yang bisa diambil dari hal ini adalah, yuk kita sama-sama kerja. Jangan bisanya cuma ngomel-ngomel aja ngeliat kerja dinkes yang gitu-gitu aja. Kalo ngerti apa yang harus dikerjakan, yuk kerjain bareng-bareng. Jangan abai juga. Iya memang kalau jumlah yang diswab naik, pasti angka positif naik. Ini bukan alasan kita malas tracing atau malas swab kan yaa. 

Untuk masyarakat umum, kalau memang merasa kontak erat dengan pasien positif tanpa APD level 3, laporkan saja ke dinkes. Nih aku kasi nomornya Bu Murni (081338657108) Gugus Covid-Dinas Kesehatan Kota Kupang. Supaya dapat jatah swab. Periksa aja kenapa sih, gausah takut kan. Kalo memang selama ini merasa menaati protokol kesehatan, kenapa harus takut? Mumpung jadi kontak erat, bisa dapat jatah swab.

Musuh kita adalah virus ini. Kita harus tau seberapa besar kekuatannya. Dengan tracing dan tracking yang rendah, kita kayak perang sama bayangan. Gatau harus mukul ke mana, gatau mau menyerang balik gimana. Akhirnya mukul sembarangan. Capek tau suudzon terus ke pasien. 

Di sisi lain, kalaupun nanti akhirnya angka positif naik drastis dengan tracing ini, ini angka yang sesungguhnya. Sebelum menghakimi, coba berkaca dulu, sudahkan anda selama ini menerapkan protokol kesehatan dengan benar? Apa sudah benar pakai maskernya menutupi hidung dan mulut? Apa sudah benar pakai maskernya selama keluar rumah? Apa sudah mengurangi intensitas ke tempat ramai? Atau masih datang ke pesta-pesta? Makan dan ngobrol santai sambil lepas masker? Rajin cuci tangan? Oh please, jangan lempar batu sebelum kamu meyakinkan dirimu bersih. Sapatau kamu juga positif tapi belom ketahuan aja karena belum pernah swab?

Jumat, Juni 05, 2020

First Wave vs New Normal

Sebulan ini di RS, beberapa kali ketemu pasien yang tiba-tiba memburuk. Radang paru bisa berubah drastis hanya dalam waktu 24 jam. Baru 1 jam yang lalu kondisi stabil, tanda-tanda vital aman, barusan ngobrol dengan dokter dan perawat, tiba-tiba apneu.

Memang pasien dengan kondisi buruk akan selalu ada. Selalu ada pasien yang tiba-tiba meninggal. Tapi, tidak sebanyak ini... pembicaraan ini yang belakangan berputar diantara kita, dokter dan perawat di RS. Penuh drama. Harus jaga perasaan. Harus jaga kondisi. Tidak boleh bikin kegaduhan. Jangan gegabah ambil keputusan. Jangan sembarangan berkomentar, nanti malah bikin tenaga medis lain takut merawat pasien. Mana sistem belum benar-benar jelas...

Mungkin hal ini yang dirasakan dokter dan perawat di Wuhan bulan November-Desember 2019. Kenapa banyak keanehan? Kenapa banyak kematian mendadak? Memang pasien punya penyakit penyerta lain, tapi biasanya tidak semendadak ini perburukan terjadi.

Jujur aku agak kecewa dengan pernyataan pak Gubernur. Pasien meninggal hanya 1, itupun karena tifus. Tifoid sekarang sudah tidak berbahaya pak, terapi antibiotik sudah cukup. Coba minta data ke Dinas Kesehatan Provinsi, berapa persen sih kematian karena tifus? Pasien yang meninggal murni karena tifus bisa dihitung dengan jari. Kalau ini penyakit baru, kita tidak tau apa saja yang bisa dibuat virus ini di dalam tubuh manusia, apalagi manusia dengan hemodinamik tubuh tidak seimbang seperti pada penyakit hipertensi, diabetes, gagal ginjal dll. Bisa saja, itu hanya tampak seperti tifus. Dan memang penyakit ini juga punya manifestasi klinis di saluran cerna seperti nyeri perut, mual, muntah dan diare. Hal ini yang bikin kadang penyakit ini lambat terdiagnosis. Pernah dengar kan penelitian yang bilang virus ini ditemukan di kentut? Jadi we never know, yet. Setidaknya perlu 1-2 tahun lagi untuk memetakan seperti apa virus ini sebenarnya dan bagaimana efeknya ke tubuh manusia.

Selama ini kita doa, BAPA angkat Covid-19 dari dunia ini. Tapi BAPA bilang tidak. Kayak duri dalam daging yang dialami Paulus, virus ini masih belum bisa benar-benar terkendali. Kita harus percaya, dalam Covid-19 yang sedang terjadi, kuasa BAPA jadi sempurna.
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yakobus 1:4)
Obatnya duri dalam daging sebenarnya adalah ketekunan. Kita gabisa hilangkan duri dalam daging aka virus itu. Tapi kita bisa kendalikan diri kita. Bertekun dalam kondisi ini, supaya kita bisa dibentuk BAPA untuk jadi sempurna di dalam DIA.

New normal sesungguhnya adalah latihan untuk tekun. Latihan untuk engap pakai masker. Lama-lama pasti tidak engap, asal biasa. Latihan untuk enggak turun-turunin masker ke dagu. Latihan untuk rajin cuci tangan dengan ENAM LANGKAH. SUNGGUH INI HANYA 40 DETIK TIDAK ADA YANG SALAH KAN DENGAN CUCI TANGAN 40 DETIK. HANYA 40 DETIK SAJA. TOLONG. Latihan untuk peduli sama orang lain. Terutama sama orang-orang yang rentan, usia tua dan atau punya penyakit penyerta. Ini SEMUA harus dilakukan terus menerus. Harus tekun.

Di kondisi seperti ini, dibutuhkan kerja sama SEMUA pihak. Gabisa kalo cuma tenaga medis aja yang sadar tapi masyakatnya masih banyak yang bebal.
No, you dont need to cheer me up. Ga perlu semangat-semangatin aku. Cukup dengan ngeliat masyarakat rajin pakai masker DENGAN BENAR (harus ditekankan disini. Bukan cuma pake masker ala-ala), rajin cuci tangan, dan physical distancing, sudah membuat tenaga medis sangat bersemangat.

Puji Tuhan sudah banyak juga yang taat protokol kesehatan. Nah aku merasa berkewajiban untuk terus menerus meningatkan semua orang, terutama yang masih bebal untuk meningkatkan kesadaran diri masing-masing. Yang sudah rajin dan taat protokol kesehatan, GOOD JOB! Semoga rajin terus ya! Percayalah setiap tindakan yang kalian lakukan sesuai protokol kesehatan itu bermanfaat untuk menjaga hidupmu dan hidup orang-orang di sekitarmu.
Tapi yang masih bebal, yang ngomong-ngomong new normal tapi masi males cuci tangan, masih narik-narik masker ke dagu, enggak dijaga tangannya masih pegang macem-macem, ngantri enggak pake physical distancing, coba dipikir lagi. Benarkah kalian sudah siap dengan new normal? Kalian tuh masih enggak peduli lho sama orang lain. Apa harus diawasi/ditegur dulu baru bisa taat semua protokol kesehatan?

Tau gak? Setiap detail itu bermakna. Setiap gerakan dalam 6 langkah cuci tangan itu ada artinya. Pakai masker terus menerus itu ada artinya. Jaga jarak dengan orang lain selangkah saja ada artinya. Mungkin efeknya ga bakal kita rasakan dalam 1-2 hari, atau 1-2 minggu, mungkin baru kerasa dalam sebulan, dua bulan, atau bahkan sampai setahun. At the end, every small details matter.

Ayo tekun cuci tangan 6 langkah!
Ayo tekun physical distancing!
Ayo tekun pakai masker menutupi hidung dan mulut!
Ayo tekun pakai masker waktu ngomong!