Proposal saya memang seribet
Yuk move on.
23.
I wish things will change as i expected.
But dreams keep being dreams,
at 23.
Another 5 years, maybe?
Pengalihan.
Metode yang sedikit banyak kupahami dan praktekkan, terutama saat presentasi.
Presentasi jurnal reading, sempro, dan (mungkin nanti pas) semhas.
Apa sih metode pengalihan?
Kalau dari definisiku, metode pengalihan adalah metode dimana kamu menampilkan presentasimu sedemikian rupa sehingga terlihat sangat meyakinkan (walaupun sebenarnya... yaa begitulah). Caranya banyak, bisa dengan menghias powerpoint dengan banyak gambar dan efek yang tidak membosankan, sehingga audiens menjadi lebih terfokus ke hiasan daripada isi presentasi. Bisa juga dengan berpenampilan serapi dan semeyakinkan mungkin.
Metode ini lumayan manjur. Walaupun akhirnya pas sempro dibantai juga sih, tapi emang karena proposalnya yang enggak beres. Yha sudahlah ya, kan sudah selesai juga (tapi revisiannya belom selesai selesai juga ya bu, udah sebulan lebih lho bu).
Seperti juga metode pengalihan yang banyak sekali terjadi hari-hari ini.
Apalagi pengalih itu ada di genggaman tangan kita. Yang kita genggam menghalangi apa yang sebenarnya ada di tangan kita.
Pinter memang iblis. Tuhan pernah nanya ke Musa, "apa yang ada di tanganmu?" Dan tongkat yang sedang Musa genggam yang akhirnya jadi 'senjata' Musa. Sekarang iblis bilang juga, "Coba liat apa yang ada di tanganmu? Iya gadget itu. Bagus kan? Kamu bisa lihat ini, kamu bisa nyari itu ......." dan tawaran-tawaran manis lain yang lebih manis dari tawaran diskon make up dan skin care dari mbak-mbak SPG.
Pengalihan itu berbahaya. Mungkin kita merasa kita ada disana, kita sedang mengerjakan sesuatu, tapi sebenarnya tidak. Kita sedang teralihkan. Kita merasa kita sedang berjalan, tapi kenyataannya kita diam di tempat. And get lost in another world.
Fokusnya pelan-pelan durasinya jadi tambah singkat. Zaman sekarang, jarang ada orang yang bisa ngerjain tugas berjam-jam atau seharian tanpa sesekali ngecek hp.
Dulu pas lagi persiapan UKMPPD, aku uninstall instagram, saking gregetannya sama diri sendiri kenapa sangat amat tidak produktif di hari-hari itu. Uninstall facebook dan youtube juga akhirnya. Dipikir-pikir, ngapain sih ngepo artis-artis ga jelas, ngepo selebgram-selebgram. Ga penting, enggak ngaruh, ga keluar di soal UKMPPD.
I made a mess of me
I wanna get back the rest of me
I made a mess of me
I wanna spend the rest of my life alive
The rest of my life alive!
(Mess of Me - Switchfoot)
Sebulan lebih sampai post OSCE UKMPPD. Dan sekarang mulai kambuh lagi, akhirnya uninstall lagi medsos-medsos racun itu. Walaupun kadang buka di browser, tapi setidaknya enggak separah dulu.
I am a fighter fighting for control
I am a fighter fighting for my soul
(Hello Hurricane - Switchfoot)
Kalau mau rencana Tuhan terjadi, harus bertindak. Tidak boleh diam buang waktu dan kesempatan. Sometimes miracle need our hands too.
Ayok kerja revisian.
Malang, 19 November 2017
Inhale.
Rewind.
To the ups and downs.
Tense and relieved.
Exhale.
One journey down,
As we opened and stepped
into the door that we've been fighting for these six years.
But that door is just the new beginning
of a long, long road ahead.
Pretty sure it'll never get easier.
Life is full of choices.
Fight or flight.
Reach for the top of the mountain,
Or stay at the safe place.
Competing with others is easy
because everyone has their flaws.
But what if you compete
with yourself?
Fight your ego.
Break that bond of idleness.
Depress your moody state.
Run a race with your limit.
Kill that urge
of strolling down on social media.
Do something
that will contribute to your future.
Set the priority.
Do what is worth more.
Walk the plan.
Please wake up.
Malang, in the middle of revision(s), October 27th, 2017
ps: please remember these days
Setelah UN, aku langsung ke Surabaya buat ikut bimbel SNMPTN. Selama ikut bimbel tinggalnya di rumah oma. Inget banget waktu itu selalu kesel tiap malam karena terganggu suara motor/mobil sliweran di depan rumah. Kesel karena jadi ga fokus belajar. Secara jalan depan rumah Kupang itu jalan buntu (yang sekarang udah ga buntu lagi tapi tetep sepi). Jadinya enggak terbiasa dengan suara kendaraan dengan frekuensi 30-40 kendaraan/menit.
Setelah itu di Malang tinggal di kontrakan A yang persis di perempatan jalan, jalan lumayan rame (banget) soalnya jadi jalan potong dari daerah sigura-gura ke tidar, mungkin frekuensinya 50-100 kendaraan/menit. Beberapa bulan awal tinggal di kontrakan situ rasanya kesel tiap hari. Tiap kali motor lewat kesel, apalagi motor-motor modif yang knalpotnya ga nyatai, rasanya pengen naburin paku di jalan depan rumah (terus bikin usaha tambal ban #eh). Ga fokus belajar, ga bisa denger suara TV, kalo ngomong mesti agak teriak, susah mulai tidur, tengah malem kebangun gara-gara suara motor (dan suara musik dangdutan pos siskamling depan rumah). Ya gitu lah.
Tapi setelah 3 tahun tinggal di kontrakan A, suara kendaraan udah ga mengganggu lagi. Bisa belajar dengan tenang, bisa denger suara TV (ya emang harus digedein sih volumenya), tidur malam tidak terganggu lagi. Suara mengganggu itu lama kelamaan menghilang. Asal fokusku enggak ke suara annoying itu.
Malam ini aku tidur lagi di rumah Oma, 6 tahun setelah bimbel SNMPTN. Rasanya sepi, walaupun motor dan mobil tetap lewat. Iyalah sepi kalau dibandingkan sama kontrakan di Malang.
☺
Ini tergantung fokus kita mau kemana. Tergantung kita mau fokus ke hal yang penting atau ke hal yang tidak penting. Untuk fokus ke hal yang penting, kita harus mengabaikan apa yang harus diabaikan.
Contohnya mungkin fokus ke proposal yang ga selesai-selesai, dan mengabaikan sosmed beberapa minggu ini~
Pas jaga anestesi IGD, ada satu anak perempuan, umurnya kira-kira 4-5 tahun. Post KLL, keserimpet motor pas nyebrang jalan. Untung cuma vulnus laseratum di mulutnya. TTV dan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Terapinya, lukanya di hecting. Karena masih kecil jadinya anak itu mesti di sedasi. Biar ngurangi nyeri dan ngurangi trauma juga.
Dari awal pas aku anamnesa pre tindakan juga anaknya diem sih, tapi enggak nangis juga. Mungkin karena lukanya di bibir makanya enggak mau ngomong.
Pas mau mulai tindakan udah was-was. Sapa tau tiba-tiba 'meledak'. Disedasi dulu pake midazolam. Terus di AP sama PPDS buat observasi sapa tau desaturasi. Aku sih seneng-seneng aja disuruh observasi, secara koass anestesi itu nganggur buanget di IGD. Hahaha. Udah jarang di AP sama PPDS anestesi, baju jaganya beda, jadi enggak dikira koass jaga lab lain, kasus emergensi juga udah dipegang sama EM. Paling kerjaan pas jaga cuma duduk-duduk, kalo PPDS berdiri mau ngeKIE pasien per-op kita ikutan, muter-muter IGD gajelas, nontonin koass lain, ngerumpi, terus dinihari bobok di kamsen.
Oke enggak penting ya. Pengen cerita aja sih. Yaudah gausah dibaca juga enggak apa-apa. Eh udah kadung dibaca ya. Maaf ya.
Oke lanjut. Jadi pasien ini lovely banget. Sepanjang tindakan dia diem, nurut, enggak nunjukin ekspresi kesakitan sama sekali. Gatau emang anaknya yang amat penurut atau efek obat.
Seneng deh dapet pasien kayak gini. Makasih ya bu enggak nakut-nakutin anaknya pakai dokter/disuntik, karena tujuannya pengobatan yang sakit itu buat mempercepat kesembuhan #aseeeg
Makasih ya pak, bu, sudah bener ngajarin anaknya.
Makasih ya dek gak nangis jejeritan waktu diperiksa dan pas dijahit lukanya.
Makasih anestesi, lab penutup yang paling menyenangkan, walaupun lab kecil tapi rasa lab besar karena megang IGD, ICU, dan OK. Cocok banget buat yang introvert, tapi pengen megang kendali, hahahahaa.
Atmosfir labnya adem, menenangkan, dan sangat mendukung untuk belajar walaupun PPDSnya banyak yang jaga ding dong ding dong.
Makasih juga untuk kesempatan naik OK setiap hari sampe bosen, secara pas bedah juarang banget naik OK. Yasudahlah.
Makasih juga buat jaga-malam-tapi-tidur-kamsen-atau-di-RR.
Sekarang aku paham.
Aku ngerti gimana keselnya seseorang yang ambisius dan perfeksionis harus melambat karena menyesuaikan dengan orang lain.
Aku ngerti gimana keselnya seseorang yang harus 'mengunyah' lebih lambat, tapi dipaksa menelan cepat.
Ya. Emang dua-duanya kesel.
Siapa yang salah?
Dua-duanya salah. Tapi dua-duanya juga bener.
Waktunya juga waktu kritis. Rawan baper.
Mungkin ini yang disebut setuju untuk tidak setuju. Satu titik dimana kita sama-sama bilang 'yaudah emang jalannya beda, kecepatannya beda. Mending pisah daripada semakin kesel'.
Kalo dulu aku mungkin bilang, banyak masalah antar manusia timbul karena miskomunikasi. Solusinya tentu komunikasinya harus diperbaiki. Tapi untuk hal ini, tidak semudah itu. Setelah komunikasi diperbaiki, kesimpulannya tetap sama. Setuju untuk tidak setuju.
Mama pernah cerita tentang teman kantornya. Mama kesel karena kerjanya 'agak' lambat. Terus mama bilangin ke temannya itu. Eh tapi mama malah dikerasin balik. 'Ya emang saya kayak gini. Emang gak bisa cepat.' Untuk mempertahankan kondisi lingkungan kerja yang kondusif, ya mama ngalah. Ya memang dia kayak gitu. Mau dibilangin, dimarahin, dikerasin kayak apapun juga bakal tetap sama kayak gitu.
Tapi setidaknya, dengan setuju untuk tidak setuju kita jadi lebih mengerti pilihan hidup seseorang. Kita jadi lebih mengerti kenapa dia bersikap seperti itu, dan memaklumi pilihan yang dia ambil.
Sekian.
Salam H-2 / H-8 !
Ini postingan nyampah sih sebenernya. Ah tapi ga peduli, ga ada juga yang baca.
Aku (kadang terlalu) ambisius. Tapi sudah terlalu lelah, emotionally. Yaudahlah ya. Segini aja kemungkinan besar udah lulus. Coba bayangkan jadi anak yang susah banget belajar buat bisa lulus.
Ya, I've found my cure.
Ada ts yg bertanya. Bagaimana tanggapan dokter?
Min tolong jelasin min..aturan dokter pengganti itu gimana seharusnya? Syaratnya apa? Kok skrng sedih bngt lihat adik2 tingkat yg masih koas/nunggu iship/atau bahkan lg ishi yg notabene nya belum punya STR SIP sudah berani jaga klinik dokter?
Apakah itu melanggar etik sumpah dokter?
Mohon dibahas please atau buka forum di home timeline nya..makasih
Disalin dari postingan di satu grup line. Tanggal 4 Juli 2017.
Negal (ne-gal)
(v)
istilah yang digunakan untuk tindakan seorang mahasiswa kedokteran tahap klinik (koass) maupun dokter internship yang berpraktek diluar klinik/rumah sakit diluar rumah sakit pendidikan yang seharusnya, baik untuk imbalan uang maupun imbalan ilmu.
Sinonim: ngamen; macul; dll.
Negal. Satu kata yang mungkin enggak bakal habis dibahas dalam forum kedokteran. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang negal hampir setiap hari, ada yang anti banget negal. Praktek ini sudah dilakukan bertahun-tahun, entah sejak kapan. Sejujurnya, ditinjau dari peraturan yang ada saat ini, negal itu ilegal. Namun tak pernah terdengar protes atau larangan tegas dari senior-senior. Hanya bisik-bisik, kalau mau negal hati-hati. Bahkan beberapa senior membuka tempat praktek mereka menjadi tempat negal. Di sisi lain, waktu pengangguran yang panjang dari selesai koass ke UKMPPD, serta pengumuman UKMPPD ke penerimaan internship, cukup membuat hati gatal.
Misalnya, saat baksos, ditanya oleh pasien:
"Dokter praktek dimana?"
Oh saya belum praktek bu. Saya masih nunggu pengumuman internship.
Atau saat acara reuni keluarga:
"Halo, lama ya ga ketemu tante, gimana koassnya udah selesai?
Iya tante, puji Tuhan udah selesai..
"Terus sekarang praktek dimana?"
Masih belum tante, masih harus ujian nasional dulu bulan depan.
Atau saat sudah terbiasa 'sibuk' waktu koass. Sekalinya dapet liburan p(uaaaa)anjang habis koass bingung mau ngapain. Dagang ga bakat, mau magang bantuin penelitian dosen otak enggak sanggup. Daripada nganggur, negal boleh juga.
Atau saat menjelang internship, dan kamu sadar selama ini kamu terlalu terlena dengan liburan, dan lupa hampir semua dosis obat. Remember, first impression matters. Ga mau kan dipandang sebelah mata sama tenaga medis lain karena bodoh banget. Apalagi kalo kebagian IGD duluan. Mending negal buat latihan jaga pas internship.
Atau saat saldo rekening sudah tipis. Dan kamu merasa umurmu sudah terlalu tua untuk meminta uang ke orang tua. Mending negal daripada enggak makan hari ini.
Atau saat ditelpon:
"Kakak, maaf ya uang bulanan buat kakak papa pake buat bayar biaya kuliah adik ya. Kakak udah dapat uang kan dari praktek di klinik?"
Aku ada di lingkungan dimana 'negal itu enggak apa-apa, asal tau batasan diri sendiri'.
Kalo baru pertama kali negal ya jangan langsung negal di IGD broo, carilah klinik-klinik kecil yang pasiennya 1-2 perkali jaga. Kalau sudah terbiasa, baru pelan-pelan jaga klinik yang lebih ramai. Jangan lupa belajar dulu sebelum jaga. Karena jaga tanpa belajar sama kayak pergi berperang tanpa bawa pelindung dan senjata.
Buat pasien (atau calon pasien), jangan takut kalau mau berobat ke klinik-klinik kecil yang dokternya masih (terlihat) muda. Tenang saja, dokternya pasti belajar dulu kok. Kita tahu, pekerjaan kita berurusan dengan nyawa. Tidak mungkin kita nekat negal tanpa pegangan ilmu yang kuat. Asal tau saja, kalaupun berobat ke puskesmas, yang meriksa dan ngasi obat di poli bisa saja perawat. Yha. Puskesmasnya di kota Malang lho, kota nomer 2 di Jawa Timur. Apalagi di kota-kota lain yang lebih kecil dari Malang. Bukannya membenarkan negal. Tapi lihat fakta yang ada. Indonesia masih kurang tenaga dokter, terutama dokter umum. Sementara dokter umumnya pengen ngambil spesialis. Yang di layanan primer siapa dong? Bukankah lebih baik bila kita bekerja sesuai tupoksi masing-masing? Dokter menjadi dokter, bidan menjadi bidan, perawat menjadi perawat, pengobat tradisional menjadi pengobat tradisional?
Bagi dokter-dokter (masih) muda ini, negal sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan klinis. Ya, semakin tinggi paparan kasus memang meningkatkan skill dan ketajaman diagnosis. We grow by learning. Semakin sering lihat pasien, semakin sering ngeresepin obat, kita jadi semakin terampil.
Untuk pelaku negal, mungkin akan lebih aman bila negal dilakukan setelah lulus UKMPPD. Setidaknya bila tiba-tiba disidak Dinkes, kita bisa nunjukkin bukti kalau udah lulus UKMPPD dan udah sah disebut teman sejawat. Kan harus memperlakukan teman sejawat seperti diri sendiri ingin diperlakukan. Yakan?
Sekian.
Btk.
Pada suatu hari yang cerah, datanglah seorang ibu, berusia 30-40 tahun ke puskesmas. Pasien datang dengan keluhan muncul benjolan yang berwarna kehitaman di tengkuknya. Pasien ini dibilang tetangganya, 'jangan-jangan kamu kena kencing manis', jadi dia pergi memeriksakan diri ke puskesmas. Dokter mudanya bingung, mau didiagnosis tinea tapi kok ada benjolannya. Mau didiagnosis lipoma tapi kok batasnya enggak tegas. Mau dibilang acanthosis nigricans tapi kok ada benjolannya.
Akhirnya dokter muda tersebut konsul ke dokter fungsional. Kelihatannya sih dokter fungsionalnya juga bingung. Dan dokter muda itu lupa bagaimana nasib pasien itu selanjutnya. Kayaknya sih dirujuk. Ah lupa.
#antiklimaks
Dan beberapa bulan kemudian, dokter muda tersebut sedang mempersiapkan diri untuk ujian nasional.
'Jadi tandanya cushing syndrome itu ada moon face, buffalo hump.... eh buffalo hump itu bentuknya kayak gimana sih?'
Lalu googling.
'Asem. Ini persis pasienku dulu pas di puskesmas. Dan waktu itu aku gatau ini apa. Aku juga enggak nanya kebiasaan konsumsi obat atau minum jamu..'
Kzl
Yah namanya juga proses belajar.
Ini ceritanya udah lama sih. Dan setiap kali diingat mesti malu banget. Buanget.
Alkisah di suatu puskesmas di kota Malang, saat aku stase IGD, datanglah seorang anak laki-laki berusia 2-3 tahun dibawa mama papa dan tantenya. Pasien dibawa karena preputiumnya tidak bisa di kembalikan sejak 1 jam yang lalu. Sekali liat udah tau ini parafimosis. Waktu itu posisinya ketiga dokter fungsionalnya masih belum datang, jadi ya semua bergantung pada dokter muda Tya.
Mbak perawat (MP) : ini kenapa anaknya?
Tya : Parafimosis mbak..
MP : Oh, terapinya gimana mbak?
T : Mesti disirkumsisi mbak..
Emang dodol banget enggak pernah bener-bener belajar tentang ini. Padahal kompetensi 4. Saking ga pernah nemu pasien kayak gini di RSSA (yaialah), jadi bingung mau nerapi apa. Yang terlintas di kepala cuma terapi sirkumsisi. Aja. Terus mau dirujuk. Coba tebak dong mau dirujuk kemana? Ke RSSA biar ada Sp.U.
Dodol dodol.
Untung surat rujukannya mesti ditandatangani dokter fungsionalnya. Sekitar 30 menit kemudian baru dokter fungsionalnya datang. Aku ga sadar karena lagi ngurus pasien yang lain. Taunya pasien anak tadi langsung diterapi. Saat itu juga. Di puskesmas. Diapain sodara-sodara? Di manual reduksi. Sesimple itu. Dan itu sama sekali enggak terpikir. Inget pernah baca tentang ini aja enggak.
Dodol dodol.
Aku enggak mbayangin gimana kalau pasien ini jadi dirujuk ke RSSA. Bisa dimaki-maki aku sama PPDS uro. Terus jadi bahan gosip seRSSA. Oh my, dibayangin aja ngeri..
Terus aku (BARU) mikir, oh pantes ya parafimosis itu kompetensinya 4. Lagipula kejadiannya juga barusan, masih bisa direduksi manual.
Buat dokter fungsional PKM K*********, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya dok..
😂
ps : nantikan cerita kebodohan Tya part selanjutnya
Kehidupan di dunia itu seperti film, setiap orang punya peran dalam cerita. Semuanya terhubung.
Tapi tidak seperti film, tidak ada karakter yang 100% baik ataupun sebaliknya. Semua orang punya sisi baik dan buruk.
Tidak seperti film, pada akhirnya fakta tidak akan pernah benar-benar terbuka. Cerita yang sesungguhnya tidak akan pernah terungkap. Terbatas sudut pandang kita. Terbatas perbedaan pola pikir. Dan pada akhirnya semua rahasia terkubur bersama tubuh yang kaku dan dingin.
Lucu ya. Kita masuk dalam permainan yang mereka rancang. Kita ikut bermain, tanpa tau mengapa dan bagaimana. Kita ikut bermain karena semua orang juga bermain.
Benar juga kata bung Karno. Peperangan kita sekarang melawan saudara sebangsa-dan-setanah-air.
Itu yang terlihat.
Bagaimana dengan yang tidak terlihat? Bukankah itu lebih mematikan? Seperti jutaan spesies bakteri dan virus mematikan. Apakah terlihat mata? Tidak.
Musuh kita yang sebenarnya, adalah kekuatan yang ingin memecah belah bangsa. Apakah terlihat? Tidak.
Musuh kita yang sebenarnya adalah ego kita sendiri. Apakah terlihat? Tidak.
Koass geriatri (n):
(1) koass yang sudah melewati 4 lab besar (IPD, Obgyn, Anak, dan Bedah); (2) koass yang akan menyelesaikan masa studi dalam waktu kurang dari 5 bulan.
Koass geriatri disuruh jaga tiap 3 hari. Sebenarnya enggak semua kelompok koass kedokteran keluarga di angkatanku jaga tiap 3 hari. Cuma kelompokku aja. Harusnya sih bisa jaga tiap 4 hari, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya kelompokku 'beruntung'. Kalau kelompok puskesmas lain jaganya bisa 4 hari sekali, dengan total jaga 4-5 kali jaga/koass. Sedangkan kelompokku 6-7 kali jaga/koass. Kan kesel.
Tapi kan hidup itu pilihan.
Lets count it as a priviledge. A priviledge to learn more, to use your time wisely, to train your skill, to show yourself that you can (and should) work harder for that big dreams.
Untuk Indonesia Sehat 2050.