Sekarang aku paham.
Aku ngerti gimana keselnya seseorang yang ambisius dan perfeksionis harus melambat karena menyesuaikan dengan orang lain.
Aku ngerti gimana keselnya seseorang yang harus 'mengunyah' lebih lambat, tapi dipaksa menelan cepat.
Ya. Emang dua-duanya kesel.
Siapa yang salah?
Dua-duanya salah. Tapi dua-duanya juga bener.
Waktunya juga waktu kritis. Rawan baper.
Mungkin ini yang disebut setuju untuk tidak setuju. Satu titik dimana kita sama-sama bilang 'yaudah emang jalannya beda, kecepatannya beda. Mending pisah daripada semakin kesel'.
Kalo dulu aku mungkin bilang, banyak masalah antar manusia timbul karena miskomunikasi. Solusinya tentu komunikasinya harus diperbaiki. Tapi untuk hal ini, tidak semudah itu. Setelah komunikasi diperbaiki, kesimpulannya tetap sama. Setuju untuk tidak setuju.
Mama pernah cerita tentang teman kantornya. Mama kesel karena kerjanya 'agak' lambat. Terus mama bilangin ke temannya itu. Eh tapi mama malah dikerasin balik. 'Ya emang saya kayak gini. Emang gak bisa cepat.' Untuk mempertahankan kondisi lingkungan kerja yang kondusif, ya mama ngalah. Ya memang dia kayak gitu. Mau dibilangin, dimarahin, dikerasin kayak apapun juga bakal tetap sama kayak gitu.
Tapi setidaknya, dengan setuju untuk tidak setuju kita jadi lebih mengerti pilihan hidup seseorang. Kita jadi lebih mengerti kenapa dia bersikap seperti itu, dan memaklumi pilihan yang dia ambil.
Sekian.
Salam H-2 / H-8 !