Setiap orang punya kitab ujiannya masing-masing. Sama seperti Adam dan Hawa diuji dengan pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Atau Abraham yang diuji dengan mengorbankan Ishak. Atau Daud yang diuji di zona nyamannya. Ayub diuji dengan kehilangan seluruh hartanya. Yusuf yang difitnah dan dilupakan. Bahkan Tuhan Yesus pun juga diuji saat di padang gurun.
Setiap orang punya kitab ujiannya masing-masing. Namun bukan berarti dalam setiap ujian kita jalani dengan baik. Kitapun bisa jatuh seperti saat Daud jatuh dalam dosa. Kita bisa jatuh, seperti Hawa jatuh saat dia berada di Taman Eden yang masih tidak dikuasai maut. Kitab ujian menguji kehendak bebas kita, sehingga pilihan kita untuk mengasihi Bapa bukan karena kita telah diatur seperti robot.
Aku tahu, tidak sedikit hamba Tuhan yang dulu terlihat sangat 'suci' jatuh. Aku melihat saat mereka masih diatas, dan aku melihat bagaimana mereka jatuh. Aku ingat bagaimana dulu aku begitu 'memuja' mereka. Melihat mereka jatuh, tentu menggetarkan hatiku. Kecewa, mungkin. Di satu sisi mereka juga manusia. Mereka punya kitab ujian. Mereka pun berjuang sama seperti manusia lainnya. Tapi di sisi lain, Bapa sudah memakai mereka untuk kemuliaan namaNya. Lewat mereka, banyak jiwa telah dimenangkan. Lewat alunan nada dan lirik yang diperdengarkan, lewat sapaan dan senyum yang ramah, lewat pengertian Firman Tuhan yang mereka kemukakan. Ya, lewat mereka malaikat di sorga sudah bersorak-sorai ribuan kali.
Siapakah kita untuk menghakimi? Jujur aku dulu suka menghakimi. Namun seiring berjalannya waktu, aku belajar betapa sangat tidak menyenangkannya dihakimi orang lain. Maksudku, sudut pandang manusia terbatas, menjadikannya sulit untuk bisa menilai secara objektif.
Mengandalkan manusia itu mengecewakan. Manusia tidak sempurna. Tapi jika kita mengandalkan Bapa, walaupun ribuan orang (hamba Tuhan) rebah disisi kami, dan ratusan di sisi kiri kami, tapi hati kami tidak menjadi tawar. Sebab Bapa ialah tempat perlindungan kami, dan Yang Maha Tinggi telah kami buat tempat perteduhan kami.