Selasa, Juni 23, 2015

Menghidupi mimpi orang lain




Image result for grateful quote
taken from pinterest.com
Teguran dari Tuhan memang selalu tepat waktu. Disaat sedang malas-malasnya belajar, malah dipertemukan sama orang-orang yang mimpinya sederhana. Sesederhana menyekolahkan anaknya sampai tingkat sekolah menengah atas. Orang-orang yang tabah menghadapi keadaan, tapi tidak pernah menyerah.
Ceritanya kemarin baru balik dari Surabaya (setelah melarikan diri dari kenyataan hidup selama 3 hari). Sampai di Malang jam 9 malam. Biasanya jam segitu masih ada angkot. Lupa kalau sekarang bulan puasa, jadi enggak ada angkot lagi. Terus sambil nunggu angkot diajak ngobrol sama ibu-ibu. Basa basi kuliah dimana, semester berapa, aslinya darimana, dll. Terus ditawari dianterin dengan ongkos sama kayak naik taksi. Karena sudah malam, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda akan ada angkot yang datang, akhirnya dianterin sama Oma A itu. Dan dalam mobil ada Oma A, Ibu A, Ayah A, A, Nita dan aku (Well, kemarin lupa kenalan). Sepanjang perjalanan ibu A cerita banyak.
"Kita enggak punya rumah mbak. Tinggalnya ya di terminal. Saya tahu, orang-orang itu pikirannya langsung negatif tentang terminal"
Maaf, awalnya saya juga berpikiran demikian.
"Waktu ketemu gurunya anak saya di sekolah saya terus terang, 'kami tinggal di terminal'. Terus gurunya bilang, 'iya bu, anaknya dijaga ya'. Kita enggak marah sama orang-orang yang nakal. Tapi kita harus jaga diri, supaya enggak terbawa keadaan. Saya dulu enggak pernah dengerin nasihat orang tua. Namanya juga anak muda, masih suka coba-coba. Akhirnya saya kecelakaan, dan akibatnya masih saya tanggung sampai sekarang. Kalau dipikir-pikir lagi saya menyesal sekali. Makanya anak saya saya wanti-wanti terus, jangan kayak saya. Kita memang tinggal di lingkungan yang keras, kita memang orang tidak mampu, jadi kamu harus bisa merubah keadaan keluarga. Karena kalau bukan anak siapa lagi yang mau merubah nasib keluarga? Saya dan suami cuma bisa kerja dan kerja, tapi hasilnya enggak bisa lebih lagi, lha kemampuannya cuma segini. Kita kerja ya untuk anak. Enggak apa-apa kita kerja banting tulang, asal anaknya tekun belajar. Saya enggak butuh kamu balas pakai uang, karena mungkin waktu kamu berhasil saya sudah meninggal. Tapi melihat kamu niat belajar, tidak banyak tingkah dan tidak memalukan orang tua itu sudah lebih dari cukup buat kami."
Iya. Investasi terbesar orang tua adalah anaknya. Tapi tidak perlu dibalas dengan uang? Itu perspektif baru buat saya. Terharu.
"Ada tetangga saya, tinggalnya di terminal juga, tapi bisa nyekolahin semua anak-anaknya. Walaupun kalau dilihat untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi terminal sekarang sepi, paling setiap hari cuma 5 orang yang beli makan disaana. Tapi anak-anaknya sukses semua. Salah satu anaknya mau jadi guru, supaya gampang dapat kreditan rumah."
Sesederhana bisa kredit rumah. Sesederhana bisa hidup layak.
"Saya sering lihat anak-anak yang kuliah disini, yang minum-minum, pergaulan bebas. Mereka enggak tau gimana susahnya orang tua mereka ngumpulin uang sedikit-sedikit untuk anak. Disana orang tua susah payah ngumpulin uang, anaknya disini enggak niat kuliah."
Tahukah kamu besarnya kesempatan yang kamu punya saat ini? Ribuan, bahkan mungkin jutaan orang menginginkan untuk berada di posisimu saat ini. Bagi mereka hidup yang kamu jalani saat ini bagai mimpi untuk memeluk bulan. Jangankan untuk nonton bioskop, membayar biaya kuliah saja belum tentu sanggup.
Terus lu masih malas belajar?
Taken from voyagevixens.com