Rabu, Oktober 08, 2014

Kisah Oxy dan Eve


Saya tidak mengingat dengan jelas bagaimana awal hidup saya. Yang saya ingat, tiba-tiba saya sudah berada di suatu tempat yang lembab, lembut, namun sedikit bau. Tapi disana banyak dijumpai makanan.

Oh ya, saya ingat. Kalau tidak salah, saya melewati suatu cairan yang berwarna kekuningan. Awalnya saya khawatir kulit yang melindungi saya akan robek. Tapi ternyata tidak. Samar-samar terlihat seperti ada yang menempel di kulit pelindung saya. Entah apa, kelihatannya bentuknya sama seperti saya. Beberapa jam kemudian, saya sampai di tempat yang lembab dan lembut. Disitu kulit pelindung saya terlepas. Sepertinya ini tempat yang aman, dibanding dengan cairan tadi.

Dia adalah yang pertama yang saya lihat.

"Hai, aku Oxy! Sepertinya kita tadi bertemu saat berada dalam cairan kuning. Siapa namamu?"

Nama? Apa itu nama? Apa aku butuh itu?

"Emm, aku tidak tahu siapa namaku.." jawabku kebingungan.
"Lho? Tidakkah ibumu memberitahumu siapa namamu?" Tanyanya sambil mengerutkan dahinya
"Aku tidak tahu. Mungkin kepalaku sedikit terbentur saat perjalanan tadi.."
"Oo, begitu ya.. Perjalanan kita memang cukup berat tadi. Aku juga merasa melupakan sesuatu, tapi aku masih mengingat namaku. Anyway, kau tetap butuh sebuah nama.."
"Oh ya, bagaimana kalau Eve? Aku akan memanggilmu Eve!" serunya sambil sedikit berteriak.

Eve? Tidak terlalu jelek juga.
"Baiklah. Eve, namaku Eve."

Itulah awal mula perkenalan kami. Semenjak itu kami selalu bersama. Sampai pada suatu hari..

"Eve, aku mempunyai perasaan bahwa kita harus segera pindah dari sini."
"Hah? kemana? Aku sudah sangat betah disini.." Jawabku seadanya. Sepertinya dia sedang bercanda.
"Aku juga tidak tau harus kemana. tapi perasaan ini semakin hari semakin kuat. Sepertinya aku mulai mengingat apa yang ibuku katakan sebelum kami berpisah. Seperti ikutilah nalurimu nak, aku akan ada disana. Aku merasa bisa menemukan ibuku disana. Aku ingin tau jati diriku sebenarnya, Eve! Tidakkah kamu merasakan hal yang sama? Bisa jadi ibumu ada disana juga."

Seketika aku menoleh kearahnya dengan mata terbelalak. Dia sedang serius ternyata. Ibuku? Sebenarnya aku juga penasaran siapa ibuku sebenarnya, tapi hal itu tidak menghantuiku seperti hal itu menghantui Oxy. Setelah beberapa bujukan, dengan ragu akhirnya aku mengikuti Oxy. Toh tidak enak juga sendirian di tempat yang gelap seperti ini. Anehnya, walaupun kami sama-sama tidak tau jalan mana yang harus kami  ambil, tapi entah mengapa kami tidak pernah menemui jalan buntu. Sepertinya naluri Oxy sangat kuat.

"EVEEE!! Kenapa bengong? Kita harus bergerak cepat!"
"Ngapain cepat-cepat? Alon-alon kelakon Ox.."
"Kalo gak cepat, Kita bakal kehabisan waktu.."
"Kehabisan waktu apa? kita kan masih muda, hidup kita masih panjang!"
"Bukan waktu kita Ev, waktu ibuku! Waktu ibumu juga.."
"Oxy, aku mau tanya sesuatu.."
"Apa Eve?" jawabnya sambil terus berjalan.
"Kenapa kamu tidak pernah mencari ayahmu? Kenapa selalu ibu?"
Seketika langkahnya terhenti.
"Sejak keluar dari tubuh ibuku aku tidak pernah melihat ayahku. Aku tidak tau dimana dia sekarang."
"Oo.."
"Nah makanya kita ke sana sekarang, siapa tau ayahku juga ada disana.." ujarnya optimis.
"Udah yuk istirahatnya, ayo kita jalan lagi!" serunya sambil menarik tanganku.

Wusss
Tiba-tiba jantungku terasa berdetak jauh lebih cepat dari biasanya saat Oxy menggandengku. Perasaan apa ini? Apakah ini yang namanya naluri? Tapi dengan cepat aku abaikan. Naluriku harus difokuskan untuk menemukan dimana ibuku dan ibu Oxy berada.

"Ohya Oxy, apa ada kemungkinan kita berasal dari ibu yang sama?" tanyaku lagi.
"Hmm.. sepertinya tidak mungkin. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.." jawabnya sambil tersenyum. Jantungku berdebar semakin cepat.

Tiba-tiba dia berhenti.
"Eve, sepertinya ini tempatnya. Tidak mungkin tidak. Ibuku pasti ada disini! IBUUUU, INI OXY ANAKMU!!" Teriaknya sambil berlari kesana kemari.
Aku juga ikut-ikutan mencari ibuku.
Kami mencari ke seluruh tempat dan seluruh sudut, tapi tanda-tanda keberadaan ibu Oxy dan ibuku tidak juga ditemukan.
Akhirnya kami menyerah.
"Aku sudah mencari ke segala tempat, tapi ibuku tetap tidak kutemukan. Tidak mungkin kita bisa meneruskan perjalanan kita, jalannya terlalu curam untuk didaki. Sepertinya ibuku telah berpulang, Eve.."
Kesedihan tergambar jelas diwajahnya.
"Kalau kamu mau nangis enggak apa-apa kok.. Lagipula disini cuma ada kita berdua." kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Tiba-tiba dia memelukku. Aku merasakan ada air mata yang menetes di bahuku. Dia menangis.
"Terima kasih Eve karena selalu ada disampingku. Aku sangat sedih karena tidak bisa menemukan ibuku. Aku tidak tau siapa diriku sebenarnya. Tapi aku bersyukur mempunyai sahabat sepertimu Eve. Terima kasih banyak.."
"Aku juga berterima kasih padamu, Oxy. Dari awal kita ketemu kamu baik banget. Kamu selalu optimis, bersemangat dan yang terpenting kamu selalu mengikuti nalurimu."
Dia melepaskan pelukannya dan tersenyum padaku. Optimismenya sudah kembali lagi rupanya.
"Ah, iya.. Naluriku.. Taukah kamu Eve, belakangan ini aku merasakan hal yang aneh. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat saat kita bergandengan tangan. Rasanya mendebarkan tapi menyenangkan. Apakah kau juga merasakan hal yang sama?"
Mataku terbelalak. "Kamu juga merasakan hal yang sama? Aku pikir selama ini itu hanya perasaanku saja, karena itu selalu aku abaikan. Kamu juga merasakan hal yang sama?"
"Iya, dan sepertinya naluriku membuatku ingin lebih dekat lagi denganmu. Aku mencintaimu, Eve.."
Aku sangat terkejut saat dia mengatakan hal itu sampai tidak bisa berkata-kata. Jantungku berdebar sangat cepat, seperti mau copot rasanya. Langsung aku memeluknya, "aku juga mencintaimu, Oxy."
Apa yang terjadi malam itu bisa ditebak.

Keesokan harinya,
"Eve, bangun Eve.." panggil Oxy sambil mengelus bahuku.
"Ada apa Oxy? Ini kan masih sangat pagi."
"Sepertinya sudah waktuku untuk meninggalkan dunia ini." ujarnya lemah.
Langsung aku terbangun dan memandang wajahnya.
"Enggak mungkin Oxy. Kamu lagi bercanda ya? Gak lucu ih." ujarku sambil melihat lagi wajahnya. Dia tidak terlihat seperti sedang bercanda. Tidak mungkin. Pasti dia sedang bercanda.
"Iya Eve. Mungkin inilah tujuan aku hidup, yaitu untuk mencintaimu. Maafkan aku tidak bisa bersamamu selamanya. "
"Jangan pergi, Oxy. Aku gak bisa hidup tanpa kamu." kataku sambil terisak.
"Kamu pasti bisa, sayang. Aku tau dan aku yakin kamu pasti bisa. Selamat tinggal Eve. Semoga kita bisa bertemu lagi nanti.."
"Tidak Oxy, TIDAAAAKKK"
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Oxy telah pergi. Kini hanya ada aku sendirian di tempat ini. Entah mengapa tiba-tiba timbul dorongan gila dari dalam batinku. Naluriku memanggilku untuk melanjutkan perjalanan melewati jalan yang curam dan menanjak itu. Aku tidak tau harus berbuat apa, akhirnya kuikuti saja naluri itu. Jalan menanjak, lalu mendatar, sedikit menanjak, kemudian turunan tajam. Aku hampir terpeleset saat melewati jalan menurun dengan 2 tikungan beruntun. Untung saja aku berpegangan pada plica yang ada di pinggir jalan. Aku berjalan dan terus berjalan mengikuti naluriku. Sampai suatu saat aku melihat seberkas cahaya. Sepertinya aku harus kesana. Aku merasakan udara dingin yang menerpaku tapi aku abaikan saja. Aku harus sampai di cahaya itu.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang bergerak dari perutku. Aku bertelur! Ternyata selama ini aku hamil! Rasa haru sekaligus sedih bercampur jadi satu. Oh Oxy, seandainya kamu ada disini saat ini..

====

sementara itu, jam 12 malam.

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun gelisah sambil menggaruk-garuk pantatnya.
"MAAA! MAMAAA! aku gak bisa tidur.." teriaknya hampir menangis.
"MAAA, bangun ma. aku gak bisa tidur.."

Sambil berlari ibunya datang.
"Emm, kenapa dek? Laper ya? Mama bikinin susu sama roti coklat  ya?" ujar ibunya.

"Ia ma." jawabnya sambil mengangguk.

Beberapa saat kemudian.
"makan yang banyak ya, biar bisa tidur"
"ia ma." katanya dengan mulut penuh coklat. Dia tersenyum sambil menjilat coklat yang menempel di jarinya.

"Aku tidur ya ma. malam ma.. emmuah."
Perlahan diapun terlelap.

Besok paginya.
"Loh adek kok sering garuk-garuk pantat? Kenapa dek? Gatal ya?" Tanya ibunya heran.
"Iya ma, pantat adek gatal terus.." jawabnya sambil terus menggaruk pantatnya.
"Yaudah, besok kita periksa ke dokter ya dek."
"Iya ma."

Keesokan harinya.
"Dok, anak saya sakit apa?"
"Anak ibu sakit cacingan, nama cacingnya Enterobius vermicularis atau cacing kremi, nama penyakitnya Oxyuriasis biasa dikenal masyarakat sebagai penyakit kremian.." jawab dokter.
"Ini penyakitnya memang sering di anak-anak. Cacing ini biasanya bertelur di daerah perianal atau dekat dengan anus, oleh karena itu salah satu manifestasi penyakit ini adalah gatal-gatal di sekitar anus. Penularannya biasanya dari orang yang juga terinfeksi cacing ini. Telur cacing ini sangat ringan, sangat mudah masuk melalui mulut ataupun lewat  hidung saat bernafas. Pada anak sering juga terjadi auto-infection, karena setelah menggaruk pantat tangan tidak dicuci terlebih dulu. Akhirnya telur cacing masuk lagi ke dalam tubuh dan jadi semakin banyak." lanjut dokter.
"Di rumah saya tidak ada yang sakit seperti ini kok dok. Terus anak saya kena dari siapa?" tanya ibunya.
Sang anak langsung memotong, "Ma, Dok, temanku ada yang sering garuk-garuk pantat juga. Jangan-jangan aku ketularan dari dia."
"Ohya? Kalau begitu dia juga harus diobati supaya tidak menularkan ke anak yang lain." ujar ibunya.
"Benar bu. Tidak hanya anak itu yang harus diobati, tapi seluruh keluarganya, dan seluruh anggota keluarga ibu. Selain itu karena telurnya sangat ringan, besar resiko telur jatuh di pakaian dan di seprei tempat tidur. Oleh karena itu pakaian dan seprei harus dicuci dengan baik. Tangan juga perlu selalu dicuci sebelum makan dan setelah buang air besar." kata dokter meyakinkan.
"Ini ya bu, saya kasi obat untuk adek dan keluarga. Obatnya diminum ya."
"Iya, terima kasih banyak dok."
"Sama-sama dek, semoga cepat sembuh."

THE END


Siklus Hidup Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)


Berantas kremian!