Nemu ini diantara tumpukan file kuliah semester satu. Ceritanya disuruh bikin surat cinta waktu ikut staf magang LSO AMSA. Antara mau muntah sama ngakak waktu baca lagi. Haha
My hypocampus can't remember the first time i saw you.
all i remember is your shine blinded my retina.
and now you fills my neocortex and limbic system.
You are like a ghost, that activates my sympathetic nerves,
increases the production of adrenalin hormone in my tyroid gland,
and makes my heart palpitation every time i saw you.
Makes my zygomaticus muscularis contraction when i remember you.
every time we met, my orbicularis muscle, levator labii superioris muscle and levator anguli oris muscle always paralyzed.
i don't know either the stimulus just reach my spinal cord, instead of my brain or my hyoid bone suppress my larynx, so the air can't tremble my vocal folds.
if you are not here by my side, i'd instruct all my heart cell to necrosis, rather than apoptosis.
i'll let the inflammation last forever,
because the injury i feel will be an irreversible injury.
i hope you response my stimulus as fast as the heart pumps the blood.
i hope we will be connected like connection of bones in cranium, so no one can seperate us.
all written above is just for fun.
Kamis, Desember 12, 2013
Diabetic Foot
Sebuah percakapan di Poli Bedah RSSA 12 Desember 2013. Sekitar pukul 10 pagi.
Pasien Diabetic Foot riwayat amputasi metatarsal 1,2, dan 3 diantar anaknya untuk kontrol.
Anak Pasien(C): Saya takutnya ini infeksi dok, soalnya dulu tulangnya gak kelihatan. Takutnya malah jadi infeksi kemana-mana.
Dokter (A) : Iya bener bu. Dan kalo tulangnya terinfeksi penyembuhannya juga susah. Jadi kita perlu melakukan pemeriksaan, namanya angiografi untuk melihat pembuluh darahnya masih bagus apa gak. Soalnya pembuluh darah kan yang memberi makan jaringan, kalo pembuluh darahnya rusak sama saja jaringannya gak dapet makanan
C: Iya dok, waktu itu juga pernah mau diperiksakan angiografi, tapi ureum kreatininnya selalu tinggi, akhirnya gak jadi. Setiap bulan kita selalu kontrol rutin, dan ureum kreatininnya selalu tinggi. Gula darahnya udah turun. Oya dok, yang kaki sebelahnya itu seminggu yang lalu kukunya lepas, tapi sekarang lukanya udah kering.
A: Maka itu, takutnya itu proses dari dalam, perlu dicek lebih lanjut dengan arteriografi itu. kalau dari pemeriksaan begini saja tidak bisa kita menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Dan ada kemungkinan operasi lagi
C: Iya dok, gak papa operasi lagi, daripada infeksinya kemana-mana. Tapi Bapak gak mau di opname ya dok. Maunya yang sehari pulang dok.
A: Opname itu kan ada tujuannya, jadi kita mau mengobservasi keadaan Bapak sebelum dioperasi, apakah keadaannya Bapak sudah memungkinkan untuk dioperasi atau belum.
C: Bapak kalau opname gula darahnya malah naik.
Pasien (B): Saya gak mau opname dok, itu lho yang ngambil darah perawat-perawat yang lagi latihan, sakit-sakit semua tangan saya dok.
freeze.
aku vena pungsi aja masih salah-salah, tangan masih suka tremor. apa kabar pasienku nanti? :"
A: Kalau boleh tau kapan terakhir ngecek?
C: Bulan lalu dok, tapi tanggal 28, jadi sekitar 2 minggu yang lalu.
A: Bapak kalau berkenan coba kita periksakan ureum kreatininnya sekarang ya pak. Kalau mau nanti saya kasi surat pengantar untuk pemeriksaan labnya
C: Iya dok, gak papa periksa lagi.
A: Sementara ini dirawat luka dulu, lukanya dibersihin disini saya ya pak. Biar yang item-item dibuang
B: Saya gak mau disini dok. Itu perawatnya kasar, terus antrinya lama. Saya sering nunggu lama. Saya kan tinggi dok, saya lihat ke dalam itu perawat-perawatnya lagi cerita-cerita ketawa-ketawa
Henti nafas 3 detik.
Aku gatau Bapak itu bisa membedakan koas dan perawat. Apalagi membedakan koas dan anak elektif. Ada kemungkinan menurutnya kita perawat
A: Mungkin pasiennya lagi banyak, atau perawatnya lagi sibuk pak (mencoba membela)
B: Enggak dok. Itu ada, lagi cerita-cerita
....
Sebenarnya kasus ini gak berhubungan sama sekali dengan program elektif pilihanku, Bedah Thorak Kardio Vaskular (BTKV). Tapi karena pasien BTKV di poli sedikit (banyaknya di UGD) jadi polinya digabung sama poli umum.
Sudah 4 hari menjalani elektif BTKV, dan yang paling menguras hati itu adalah hari selasa dan kamis, hari poli.
PPDSnya 1-3 orang, kakak-kakak koasnya banyak, mahasiswa elektifnya 8 orang. Dan pasiennya numpuk. Plus polinya sempit.
Kesannya seperti pasiennya numpuk di luar, tapi setelah masuk ke poli 'dikeroyok' sama kita. Kalau aku jadi pasien aku juga mikir, ini dokternya banyak, tapi kok ngantrinya lama. Rumah sakit itu menjemukan, bukan tempat yang disukai semua orang. Bukan tempat yang penuh dengan hiburan. Semua pasien yang datang pasti pengen cepat pulang, pasti gak pengen datang lagi ke rumah sakit. Ditambah dengan keadaan rumah sakit yang 'penuh sesak' seperti itu.
Tadi sempat terbersit, sanggupkah aku menangani pasien dari awal datang sampai pemulihannya? Sanggupkah belajar di tengah-tengah kondisi RSSA yang seperti ini?
Pasien poli kebanyakan pasien yang kontrol. Dulu sudah pernah datang ke rumah sakit. Masak ya dianamnesis lagi? Dan kalau sakitnya gak parah gak mungkin ke RSSA. Kecuali kalau rumahnya dekat RSSA. Kalau kasusnya ringan dan dapat ditangani dokter umum pastilah kontrolnya di puskesmas.
Sekarang anggap saja kemungkinan terburuk yang terjadi, yang dimaksud sebagai 'perawat' adalah mahasiswa kedokteran. What could we do?
Jadi ingat acara Pengobatan Gratis PMK FK memperingati Paskah 2012 dan 2013. Sehari aja capeknya bukan main. Bukan capek lagi, cuapek. Capek ngomong, capek hati, bosen nunggu antrian, bosen nemenin pasien. Koas ibarat ikut pengobatan gratis selama 2 tahun di rumah sakit. Karena capeknya koas terlihat seperti, maaf, pembawa status pasien dari perawat poli ke dokter PPDS. Gak segan cerita-cerita di depan pasien, gak segan ketawa-ketawa di depan pasien.
Dokter bayangkan-katub-mitral bilang, 'Gak papa ngingetin PPDS atau kakak-kakak koas untuk perkenalan diri, daripada mereka lupa pas UKDI. Mahasiswa itu kebanyakan sungkan'
Gak papa buat dokter, buat dokter-dokter lain atau kakak-kakak koas belum tentu gak papa, dokterrrr ._.
Syudududu, masih jauh Aditya. Tenang, masih jauuuuh.
Pasien Diabetic Foot riwayat amputasi metatarsal 1,2, dan 3 diantar anaknya untuk kontrol.
Anak Pasien(C): Saya takutnya ini infeksi dok, soalnya dulu tulangnya gak kelihatan. Takutnya malah jadi infeksi kemana-mana.
Dokter (A) : Iya bener bu. Dan kalo tulangnya terinfeksi penyembuhannya juga susah. Jadi kita perlu melakukan pemeriksaan, namanya angiografi untuk melihat pembuluh darahnya masih bagus apa gak. Soalnya pembuluh darah kan yang memberi makan jaringan, kalo pembuluh darahnya rusak sama saja jaringannya gak dapet makanan
C: Iya dok, waktu itu juga pernah mau diperiksakan angiografi, tapi ureum kreatininnya selalu tinggi, akhirnya gak jadi. Setiap bulan kita selalu kontrol rutin, dan ureum kreatininnya selalu tinggi. Gula darahnya udah turun. Oya dok, yang kaki sebelahnya itu seminggu yang lalu kukunya lepas, tapi sekarang lukanya udah kering.
A: Maka itu, takutnya itu proses dari dalam, perlu dicek lebih lanjut dengan arteriografi itu. kalau dari pemeriksaan begini saja tidak bisa kita menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Dan ada kemungkinan operasi lagi
C: Iya dok, gak papa operasi lagi, daripada infeksinya kemana-mana. Tapi Bapak gak mau di opname ya dok. Maunya yang sehari pulang dok.
A: Opname itu kan ada tujuannya, jadi kita mau mengobservasi keadaan Bapak sebelum dioperasi, apakah keadaannya Bapak sudah memungkinkan untuk dioperasi atau belum.
C: Bapak kalau opname gula darahnya malah naik.
Pasien (B): Saya gak mau opname dok, itu lho yang ngambil darah perawat-perawat yang lagi latihan, sakit-sakit semua tangan saya dok.
freeze.
aku vena pungsi aja masih salah-salah, tangan masih suka tremor. apa kabar pasienku nanti? :"
A: Kalau boleh tau kapan terakhir ngecek?
C: Bulan lalu dok, tapi tanggal 28, jadi sekitar 2 minggu yang lalu.
A: Bapak kalau berkenan coba kita periksakan ureum kreatininnya sekarang ya pak. Kalau mau nanti saya kasi surat pengantar untuk pemeriksaan labnya
C: Iya dok, gak papa periksa lagi.
A: Sementara ini dirawat luka dulu, lukanya dibersihin disini saya ya pak. Biar yang item-item dibuang
B: Saya gak mau disini dok. Itu perawatnya kasar, terus antrinya lama. Saya sering nunggu lama. Saya kan tinggi dok, saya lihat ke dalam itu perawat-perawatnya lagi cerita-cerita ketawa-ketawa
Henti nafas 3 detik.
Aku gatau Bapak itu bisa membedakan koas dan perawat. Apalagi membedakan koas dan anak elektif. Ada kemungkinan menurutnya kita perawat
A: Mungkin pasiennya lagi banyak, atau perawatnya lagi sibuk pak (mencoba membela)
B: Enggak dok. Itu ada, lagi cerita-cerita
....
Sebenarnya kasus ini gak berhubungan sama sekali dengan program elektif pilihanku, Bedah Thorak Kardio Vaskular (BTKV). Tapi karena pasien BTKV di poli sedikit (banyaknya di UGD) jadi polinya digabung sama poli umum.
Sudah 4 hari menjalani elektif BTKV, dan yang paling menguras hati itu adalah hari selasa dan kamis, hari poli.
PPDSnya 1-3 orang, kakak-kakak koasnya banyak, mahasiswa elektifnya 8 orang. Dan pasiennya numpuk. Plus polinya sempit.
Kesannya seperti pasiennya numpuk di luar, tapi setelah masuk ke poli 'dikeroyok' sama kita. Kalau aku jadi pasien aku juga mikir, ini dokternya banyak, tapi kok ngantrinya lama. Rumah sakit itu menjemukan, bukan tempat yang disukai semua orang. Bukan tempat yang penuh dengan hiburan. Semua pasien yang datang pasti pengen cepat pulang, pasti gak pengen datang lagi ke rumah sakit. Ditambah dengan keadaan rumah sakit yang 'penuh sesak' seperti itu.
Tadi sempat terbersit, sanggupkah aku menangani pasien dari awal datang sampai pemulihannya? Sanggupkah belajar di tengah-tengah kondisi RSSA yang seperti ini?
Pasien poli kebanyakan pasien yang kontrol. Dulu sudah pernah datang ke rumah sakit. Masak ya dianamnesis lagi? Dan kalau sakitnya gak parah gak mungkin ke RSSA. Kecuali kalau rumahnya dekat RSSA. Kalau kasusnya ringan dan dapat ditangani dokter umum pastilah kontrolnya di puskesmas.
Sekarang anggap saja kemungkinan terburuk yang terjadi, yang dimaksud sebagai 'perawat' adalah mahasiswa kedokteran. What could we do?
Jadi ingat acara Pengobatan Gratis PMK FK memperingati Paskah 2012 dan 2013. Sehari aja capeknya bukan main. Bukan capek lagi, cuapek. Capek ngomong, capek hati, bosen nunggu antrian, bosen nemenin pasien. Koas ibarat ikut pengobatan gratis selama 2 tahun di rumah sakit. Karena capeknya koas terlihat seperti, maaf, pembawa status pasien dari perawat poli ke dokter PPDS. Gak segan cerita-cerita di depan pasien, gak segan ketawa-ketawa di depan pasien.
Dokter bayangkan-katub-mitral bilang, 'Gak papa ngingetin PPDS atau kakak-kakak koas untuk perkenalan diri, daripada mereka lupa pas UKDI. Mahasiswa itu kebanyakan sungkan'
Gak papa buat dokter, buat dokter-dokter lain atau kakak-kakak koas belum tentu gak papa, dokterrrr ._.
Syudududu, masih jauh Aditya. Tenang, masih jauuuuh.
Langganan:
Postingan (Atom)