Senin, Februari 15, 2021

Taylor Swift






I've been a swifties since junior high school. The first song i heard was fifteen. Aku inget waktu itu umurku masih 14, mau masuk 15. Waktu denger lagu itu seneng banget, relate banget apalagi kan lagunya tentang cinta monyet kan ya. Namanya juga masih remaja labil nan galau. Sampe pas aku ulang tahun ke 15, literally aku nyanyi ini sebelum keluar kamar. Ngakakkkkk. 

Banyak kenangan sama album Fearless, karena aku suka banget dengerinnya. Hampir tiap malam diputer lagunya, entah sambil belajar, atau sambil main game virtual villagers. Pas lomba pernah lagi stres di asrama, terus jadinya karaokean nyanyi lagunya mbak swift. 
Tapi memang sih, mbak swift kalo bikin lagu bagus banget liriknya dan musiknya. Kriteria lagu kesukaan tya --> kalo liriknya bagus. 





Apalagi ini, lagu galaw maximal


Dari akhir SMP sampe kuliah masih suka dengerin mbak swift. Tapi mulai males dengerin sejak album 1989. Itu cuma beberapa lagu yang aku suka. Padahal album-album sebelumnya, aku suka semua lagunya, bahkan yang ga terkenal. Terus album reputation. Kek wow apa yang terjadi denganmu mbak swift? Gatau vibesnya kek negatif aja album itu. Yang album Lover juga cuma suka beberapa. Ya mungkin mbak swift sudah beda aliran sama aku. Dan aku baca-baca berita katanya memang dia lagi ada masalah dengan beberapa artis dan label musik lamanya. 

Tapii begitu folklore dan beberapa bulan kemudian evermore keluar, mbak swift kita kembali sealiran :") aku terharu bisa punya lagu baru :")
Terus ada info lagi kalau mbak swift mau rerecording album lamanya lagi, dimulai dari Fearless. Gimana ga mo tambah nangis.
:"")
Fearless have been with me through my unstable times. Denger fearless lagi tuh kayak dibuat flashback tentang gimana galaunya jaman dulu. Nangis tiap hari, berharap hidup bakal seperti fairytale. Jaman-jaman tya masih ga rasional dan kebanyakan pake perasaan. 

You deserve a big warm hug girllll *selfhug*. Terima kasih sudah berusaha dan berjuang untuk jadi dewasa dan rasional. Tya 15 tahun mana percaya kalau ternyata Tya 26 tahun bisa ada di posisi ini. Tya 15 tahun juga ga nyangka kalau ternyata butuh bertahun-tahun untuk bisa ada di posisi ini. But here you are, and i am so proud of youuu :"")

Kamis, Desember 31, 2020

Remah-remah rempeyek.

 Tya, ingat ya.

Nanti kalau kamu sudah selesai sekolah dan balik kerja lagi, jangan lupa ajak ngobrol dokter jaga UGD. Bantuin kalo ada masalah-masalah. Karena mereka remah-remah rempeyek itu enggak punya power yang cukup untuk memperbaiki sistem. Karena kamu tau rasanya gimana jadi remah-remah rempeyek korban alur dan SOP yang amat sangat tidak nakes-friendly. 

Udah berusaha berisik tapi enggak dianggap. Apa mesti dikoreksi orang luar dulu? Kenapa telinganya lebih peka sama penilaian orang luar daripada badannya sendiri yang udah teriak-teriak kesakitan?

:)


Kupang, 31 Desember 2020

9 bulan AC (after covid)

Dari remah-remah rempeyek alias tim andalan RS. 

Selasa, Desember 29, 2020

Contradiction

I used to hate myself for being too sensitive. 

But I didn't mean to be numb. 

Blame it on the code blue calls.

Or the pandemic and the ignorants, maybe?


Jumat, November 13, 2020

Parno

Minggu ini cukup horor buat kita di UGD. Ga horor gimana-gimana sih, aku aja yang lebay. Cuma bikin parno aja. Jadi ceritanya, tiap ada pasien di UGD yang swabnya positif, nakes (perawat dan dokter) yang meriksa dan melayani pasien tersebut diarahkan untuk swab. Selama ini swab kita aman-aman saja. Sampai hari minggu kemarin. Kita dapat kabar kalau 1 kakak perawat positif. Hebohlah satu UGD. Yang positif tanpa gejala sih. Tapi beliau ini malamnya habis jaga. Dalam jaga malam itu beberapa orang (termasuk yang positif) sempat makan sama-sama. Ya makan-makan ga mungkin sambil pakai masker kan ya. Makan-makan juga pasti sambil cerita-cerita. 
Akhirnya ada keputusan dari kepala instalasi, kalau semua yang kerja di UGD wajib swab. Kalau enggak ga boleh kerja. Puji BAPA, dapat priviledge kerja di tempat yang punya swab PCR dan difasilitasi swab PCR berulang kali.

Aku hari senin minggu lalunya baru abis swab dan negatif. Jadi aku santai woles. Males buru-buru juga buat swab lagi. Sedangkan yang lain swab hari senin pagi. Senin aku jaga malam. Jaga seperti biasa. Sekitar jam 10, ditelpon sama petugas lab dan wadiryan. Dikabari kalau kakak apoteker swabnya positif. Ini posisinya dia lagi jaga malam sama aku. Mana pasien juga lagi rempong semua, belom rujukan-rujukan. Akhirnya setelah berbagai drama, kakak apotekernya langsung dievakuasi ke RS Undana. Tapi drama masih belom berakhir gan. Depo UGD jadi ga bisa dipakai gara-gara petugas sanitasi hilang entah kemana. Sampai pagi :). Ambulans belom disterilisasi juga. Pasien suspek belom dipindah ke UGD lantai 2. Semua karena petugas sanitasi entah dimana. 

Jam 8 pagi, akhirnya semua drama selesai. Sampai sorenya. Dapat kabar kalau dua teman jaga malamku positif. Yhaaaaaaaa. Puji Tuhan semua tanpa gejala, kalopun ada gejala, gejalanya ringan sekali. 
Aku masih santai, besok paginya masih jaga poli covid. Setelah selesai poli baru aku swab ulang. Iya bagemana ya kan 3 orang teman jagaku positif masak aku ga swab lagi. 
Sampai besok paginya, out of nowhere, tiba-tiba di WA sama salah satu konsulen. "Tia semoga cepat sembuh ya" 
Asem. Kan aku kaget ya. Apa ini. Ada info apa yang belum aku dengar. Jangan-jangan hasil swabku sudah ada terus langsung diworo-woro di grup komite medik tapi belum diinfokan ke aku. Panik ya kan. 
Terus aku langsung konfirmasi ke petugas lab PCR, katanya "kalau swab kemaren berarti masih belum dirunning dok".
Tapi tya tetap ga tenang. Apasih galau ga jelas. Epic banget ni kalau dalam 1 tim jaga ada 4 yang positif. Tapi untungnya kemaren jaganya agak hectic dan penuh drama, jadi kita tidak punya waktu untuk leha-leha dan makan bersama. Tapi parno sih kalau hasilku tiba-tiba positif, mana di rumah lagi banyak usia rentan. Di sisi lain agak ga terima sih kalau hasilku positif, kan selama ini kemana-mana aku pakai masker. Apa jadinya kalau aku yang rajin pakai masker, cuci tangan dan social distancing ini positif. Nantinya pasti orang-orang bakal mikir, dia aja yang taat protokol bisa kena, mending sekalian gausah protokol-protokolan. 
Semua keparnoan ini akhirnya buat aku seharian di kamar. Ga keluar kemana-mana, sampai dapat kabar jam 8 malam kalau hasil swabku negatif.

Puji BAPA.
Tya masih bisa marah-marah kalau liat orang ga taat protokol kesehatan.

Rabu, Oktober 14, 2020

Kupang, 14 Oktober 2020

No, don't get me wrong. Aku bukan benci. Bukan juga marah. 

Logika tya saja yang tidak bisa menangkap hal ini. BAPA, memang jalan laki-laki dan perempuan tuh susah sekali ya dipikirkan. Bagaimana bisa dia yang bukan laki-laki baik-baik, bisa bersama perempuan baik-baik. Di sisi mana dunia mereka menyatu? Di sebelah mana visi hidup mereka sama? Apakah dia bisa dipercaya? Dan apakah dia mengerti dan menghidupi prinsip otoritas? Apakah sama seperti konsep otoritas yang kita mengerti dulu?

Sungguh masih belum masuk logika tya. Sampai detik ini belum ada fakta yang bisa meyakinkan aku kalau dia tidak take her for granted, as his personal achievement. Dan masih belum nyambung juga di otak tya gimana bisa semua komitmen jaman dulu bisa hilang begitu saja. Idealisme hilang ditelan realita.

Dia mungkin akan bisa jadi DPR atau walikota, bahkan gubernur. Tapi entah mengapa dia masih belum valid di dalam pandanganku. Tapi tenang saja, kalian memang tidak butuh validasiku untuk memutuskan apapun. Hidupmu hidupmu. Kalau kamu yang salah pilih ya kamu yang tanggung sendiri. Semoga saja pilihan kalian benar. Semoga saja pilihan kalian tidak menyusahkan banyak orang dikemudian hari (orang lain disini juga termasuk anak-anak kalian nantinya). Semoga ya. 

Dan satu lagi, I will always be there to watch and take notes.

Minggu, September 20, 2020

Tim tracing ala-ala

Hati-hati kalo doa, apalagi untuk hal abu-abu. Kalo jadi kenyataan pusing lho.

Awal-awal pandemik, pengen banget isolasi mandiri. Eh beneran dong pasien PDP yang aku terima meninggal. Akhirnya dapat isolasi mandiri lumayan 2 minggu kotor. Walopun akhirnya keknya swab pasien itu negatif. Yang penting udah isolasi mandiri. wkkwkw

Ga lama setelah lab PCR sudah ada, kepikiran pengen jadi tim tracing. Gegara gemes kok tracing cuma segini-segini doang, masak beneran cuma dikit sih kasusnya padahal kan tiap hari pesawat bolak balik Bandara Eltari.

Pengen rapid terus hasilnya reaktif, biar ada alasan swab gratis. Pengen diswab aja, karena rapid test itu halu. Tapi swab mandiri 1,5 jutaaa, mending dipake beli UNVR dapat 2 lot.

Eh beneran dong, sekarang dikasih. Bisa sok-sokan tracing, nginput data kontak di excel terus di kumpulin ke dinkes. Dan rencana swab juga besok. Buat mastiin aja sih biar tetap bisa jaga UGD. (Bapa, kalo gitu sekarang tya doanya biar lolos LPDP dan PPDS one shoot yaa).

Jadi PNS buat aku sadar 1 hal, kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan. Awalnya aku nunggu gimana nih dinkes tracingnya. Ternyata kurang yhaaa. Masak kontak erat harus bayar swab mandiri. Setelah dipikir-pikir lagi, aku kan sama-sama tenaga kesehatan, ngerti juga apa yang harus dilakukan, yaudah aku bantu aja tracingnya. Bantu ngumpulin data. Daripada marah-marah ga ada ujungnya kan. Mending kerjakan apa yang bisa dikerjakan, jadi penghubung antara dinkes dan kontak. Win win solution. Kalo kata bu Tejo,


Tuh kan kalau kamu bantu tim tracing, hampir semua kontak diswab kann. Good job!



 

Keesokan harinyaa

Pagi jam 9 kurang swab, malamnya hasil sudah keluar. Kusuka kegercepan ini. Oh betapa aku bersyukur kerja di RSUD Johannes dengan semua fasilitasnyaaa (Sungguh meyakinkan tya untuk mencukupkan diri dengan 1 SIP wkwkwk)

 

tapi masi degdegser nunggu hasil swab kontak yang lain :)) katanya sih 5 hari :))

Pelajaran yang bisa diambil dari hal ini adalah, yuk kita sama-sama kerja. Jangan bisanya cuma ngomel-ngomel aja ngeliat kerja dinkes yang gitu-gitu aja. Kalo ngerti apa yang harus dikerjakan, yuk kerjain bareng-bareng. Jangan abai juga. Iya memang kalau jumlah yang diswab naik, pasti angka positif naik. Ini bukan alasan kita malas tracing atau malas swab kan yaa. 

Untuk masyarakat umum, kalau memang merasa kontak erat dengan pasien positif tanpa APD level 3, laporkan saja ke dinkes. Nih aku kasi nomornya Bu Murni (081338657108) Gugus Covid-Dinas Kesehatan Kota Kupang. Supaya dapat jatah swab. Periksa aja kenapa sih, gausah takut kan. Kalo memang selama ini merasa menaati protokol kesehatan, kenapa harus takut? Mumpung jadi kontak erat, bisa dapat jatah swab.

Musuh kita adalah virus ini. Kita harus tau seberapa besar kekuatannya. Dengan tracing dan tracking yang rendah, kita kayak perang sama bayangan. Gatau harus mukul ke mana, gatau mau menyerang balik gimana. Akhirnya mukul sembarangan. Capek tau suudzon terus ke pasien. 

Di sisi lain, kalaupun nanti akhirnya angka positif naik drastis dengan tracing ini, ini angka yang sesungguhnya. Sebelum menghakimi, coba berkaca dulu, sudahkan anda selama ini menerapkan protokol kesehatan dengan benar? Apa sudah benar pakai maskernya menutupi hidung dan mulut? Apa sudah benar pakai maskernya selama keluar rumah? Apa sudah mengurangi intensitas ke tempat ramai? Atau masih datang ke pesta-pesta? Makan dan ngobrol santai sambil lepas masker? Rajin cuci tangan? Oh please, jangan lempar batu sebelum kamu meyakinkan dirimu bersih. Sapatau kamu juga positif tapi belom ketahuan aja karena belum pernah swab?