Rabu, Desember 26, 2018

Minggu, Desember 23, 2018

Buka Hati

Lagi sukaaaa banget dengerin lagunya Yura Yunita yang judulnya Buka Hati. Lagunya memang lagu orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan (Tya felt so related)

Tapi, coba dibayangkan kalo yang nyanyi itu Bapa. CintaNya Bapa juga sering bertepuk sebelah tangan. Bapa sedih ngeliat kita cinta dengan hal-hal lain. Ngutip kata-katanya om Jon Foreman waktu nyanyi I Won't Let You Go, 'i tried to sing this song from the other side, from the inside of the love'



Duhai Diri,
Ubahlah arusMu jadi arah
Yang dia sukai
Rendahkanlah hatiMu

Bukankah Bapa yang sudah merendahkan diri untuk kita? Tuhan yang Maha Dahsyat merendahkan diri dan jadi manusia. Belum cukup segitu, masih juga mati diatas kayu salib dan menanggung kutuk karena kita. Ini terjadi bahkan sebelum kita tau kita salah, sebelum kita sadar kita berdosa.

Duhai alam
Hujani dia dengan cinta
Dan hatinya yang terbuka
Aku menyayanginya

Berkat Tuhan mana yang kamu dustakan? Keluarga lengkap, kesehatan, damai sejahtera, semua kebutuhan tercukupi, dan masih banyak lagi.

Dan terbukalah hatimu
Ada jalan untukKu
Milikimu, sayangimu
Dan terbukalah hatimu
Ada jalan untukKu
Milikimu, sayangimu

Biar reda hatiKu
Aku punya kasih yang
Lama Kuramu untuk
Kamu


<3

Bukankah roh yang ada di dalam kita diinginiNya dengan cemburu?
So now He's knocking at your front door
Will you open the door for Him?

Kamis, Desember 13, 2018

Sumpah Dokter

Malang, 25 Oktober 2017.
H-1 sumpah dokter.
Hari penuh drama. Pagi tiba-tiba MUA yang udah dibooking beberapa minggu sebelumnya nge WA kalo besok dia gabisa. Padahal udah DP. Akhirnya minta dicariin MUA pengganti sama orangnya. Satu.

Dua. Di waktu yang hampir bersamaan dosen nanya kerjaan. Yang aku baru inget kalo belom selesai dikerjain. Cepet-cepet ngebut ngerjain dan dikirim email.

Tiga. Baru inget kalau belom booking tempat foto keluarga. Pusing karena tempat foto inceran yang background dan propertinya pas banget (banget) sama baju ternyata tutup karena mallnya mau direnovasi. Studio fotonya ada di tempat lain sih, tapi propertinya jadi bedaa. Sedih.
Akhirnya pilihan ke plan B. Studio foto yang kecil tapi lumayan lah. Lebih murah juga daripada pilihan pertama. Nge WA masnya dan booking.

Jam 9 kuliah. Untung ga presentasi 
Abis kuliah ke RSSA. Kerjaan harus tetap (terlihat) professional.

Pulang rumah langsung beberes rumah karena bentar lagi papa mama oma tante dan (hampir) semua dateng. Atur-atur barang, atur tempat tidur, dll

-----------------------------------------

lupa banget ada foto ini wkwkwkw 
baru upload setelah 5 tahun kemudian



Satu tahun kemudian, 

Aku coba mau ngelanjutin cerita tentang betapa rempongnya H-1 Sumpah Dokter, tapi udah lupa. Yang aku ingat hanya itu hari yang gloomy, hujan rintik-rintik, dan Tya rempong sendiri. Pagi-pagi udah mini heart attack gara-gara MUA dan dateline kerjaan. Pulang-pulang nangis di jalan (biasaaa) tapi terus ingat nangisnya ga boleh lama-lama nanti matanya bengkak. 

Sekarang harus dibiasakan hidup dengan banyak tanggung jawab ya. Karena hidupmu dalam 2 tahun kedepan bakal kurang lebih kayak begini #selftalk

Sekian. 

Crowd

People tend to follow the crowd.
Whether it is good or bad.
The crowd assumed a safe place,
well at least for now.

But if you take the road less taken.
You'll know the truth and the life

If you take the road less taken,
will you?



Senin, November 05, 2018

Worth the wait

Sampai hari ini, sudah 3 kali ngisi di poli anak puskesmas sejak masuk stase puskesmas 2 minggu yang lalu. Dua dari tiga poli itu, pasiennya entah kenapa lebih banyak dibandingkan biasanya. Biasanya mentok-mentok belasan. Nah pas aku, pasiennya bisa sampe diatas 25.
Terakhir ngisi poli anak minggu lalu, pasiennya 28, dokternya satu. Dua puluh delapan pasien dilayani dari jam 08.00 sampai jam 12.30 masih dalam batas wajar sih harusnya, tiap pasien kurang lebih 10 menit. Aku udah berusaha mempercepat nulis rekam medis selengkap mungkin (terima kasih akreditasi), nulis resep, mikir dosis, KIE dll. Sepuluh menit ga terlalu lama dan ga terlalu cepet juga. Dan ini puskesmas life man, kerja 4,5 jam sehari sungguh ga ada apa-apanya kalo udah pernah jadi dek koass.
Ceritanya pendaftaran hari itu tutup dari jam 10. Dengan kata lain pasien-pasien itu ngantri lumayan lama buat aku periksa. Sempat ada beberapa pasien yang perlu dirujuk, terus kan aku keluar ruangan poli buat ngurus rujukan (sudahlah tidak usah dipermasalahkan ini harusnya tugas siapa). Ngeliat kursi-kursi depan poli umum kosong dan kursi depan poli anak masih terisi penuh itu rasanya hmmmmm hmmmmmm (auto nisya sabban) #kusabar #kutabah. Mana lupa bawa bekal minum juga. Lengkap sudah hmmmm hmmmm hari ini.

Aku belajar banyak dari satu konsulen di RS tempat aku internsip. Hari lain poli kelar jam 12 maksimal. Tapi kalau pas hari polinya beliau, jangan harap bisa pulang jam 12. Paling cepet jam 1. Bisa sampai jam 3. Soalnya beliau bener-bener care sama pasien, semua pasien di handle sendiri. Pasiennya lumayan banyak. Soalnya kalo udah ketemu beliau pasti kebanyakan ga mau pindah dokter lain. Beliau inilah definisi 'worth the wait'. Pasiennya woles-woles aja disuruh nunggu sampe jam 2. Ga ada yang protes ke kakak perawat, nanyain 'masih lama ga ya?'. Ada sih beberapa yang nanya, dan bisa dipastikan itu pasien baru yang belum pernah ketemu beliau. Pasien lama pasti woles to the max. Jam berapapun dijabanin asal ketemu dokter.

Oke lanjut cerita poli anak tadi. Dengan kondisi kayak gini, godaan untuk giving less is real. Udahlah ngapain ngeresepin puyer yang baru, kan udah ada puyer batuk pilek biasa yang udah disediain farmasi. Udahlah ngapain kasi vitamin vitamin, nambah banyak tulisan aja. Udahlah ngapain KIE terus. Udahlah ngapain cek darah, kasi obat aja dulu, kalo ga enakan baru cek lab. Tapiiiii

'Are you worth the wait?'

Pertanyaan ini terlintas di kepalaku. Pasien dan keluarganya udah nunggu lama buat diperiksa. Kalau waktu aku periksa aku asal-asalan aja, asal kelar, asal pulang cepat, is it good? Toh habis ini juga ga ada kerjaan lain. Abis ini masih bisa pulang, makan siang di rumah, tidur malam di rumah. Bagaimana kalau kamu memaksimalkan jam kerjamu yang sedikit ini, untuk memberikan yang terbaik?
Aku percaya, kalo memang dirimu worth the wait, pasien gabakal komplain kenapa nunggunya kelamaan.

Ya mungkin ini hanya MPE rasionalisasiku untuk poli yang lama. Aku lebih pengen minta maaf ke kakak-kakak farmasi yang mesti ngulek-ngulek puyer buat pasien terakhir. Maaf e kaka dong, tapi b son bisa sonde kasi resep puyer.

Reminder

Kamis, November 01, 2018

Pertanyaan.

Pernah ga sih ngerasa ketinggalan dari yang lain? Tiba-tiba ada temen yang ngepost undangan nikah, atau foto acara lamaran, atau ngepost tingkah lucu anaknya, atau susahnya jadi ibu, atau gimana bangganya mereka sama anak didiknya, bisa penelitian dan presentasi di seminar nasional/internasional, dll.
Walaupun aku udah uninstall instagram, kadang masih tergoda buat buka lewat browser. Akhirnya terekspose-lah dengan konten-konten 'menginspirasi' tadi. Sebenarnya memang benar konten mereka menginspirasi. Soal penyakit iri kan emang udah ada dalam hati setiap manusia, baik diakui atau tidak. Aku? Aku akui kadang sering iri juga ngeliat mereka. Lalu mulai berpikir, apa usahaku memang belum sekeras mereka? Apa jam tidurku masih lebih banyak dibandingkan mereka? Apa kesempatan yang ada tidak bisa aku manfaatkan dengan baik? Kenapa masih belum direkrut sama FK? Apa memang kebutuhan dosen FK Undana sudah terpenuhi? Apakah memang Tya tidak ditakdirkan untuk menikah? Kalau ga sanggup bikin laporan kasus, gimana bisa nyicil buat CV daftar spesialis? Kalau proposal penelitian kecil-kecilan aja ga bisa selesai, gimana bisa dipercaya bikin penelitian besar? Kapan sempat ngerjain proposal, kalau manajemen waktu saja masih berantakan? Serius ga sih #2020jadippds ? Kalau serius kok ga fokus? Kalo serius kok malas-malasan? Dan ratusan pertanyaan lain yang mempertanyakan kemampuanku.

Am i taking the right steps right now? 
Idk. 
I'm just following the flow.