Selasa, Juli 04, 2017

Negal

Ada ts yg bertanya. Bagaimana tanggapan dokter?

Min tolong jelasin min..aturan dokter pengganti itu gimana seharusnya? Syaratnya apa? Kok skrng sedih bngt lihat adik2 tingkat yg masih koas/nunggu iship/atau bahkan lg ishi yg notabene nya belum punya STR SIP sudah berani jaga klinik dokter?
Apakah itu melanggar etik sumpah dokter?

Mohon dibahas please atau buka forum di home timeline nya..makasih
Disalin dari postingan di satu grup line. Tanggal 4 Juli 2017.

Negal (ne-gal)
(v)
istilah yang digunakan untuk tindakan seorang mahasiswa kedokteran tahap klinik (koass) maupun dokter internship yang berpraktek diluar klinik/rumah sakit diluar rumah sakit pendidikan yang seharusnya, baik untuk imbalan uang maupun imbalan ilmu.
Sinonim: ngamen; macul; dll.

Negal. Satu kata yang mungkin enggak bakal habis dibahas dalam forum kedokteran. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang negal hampir setiap hari, ada yang anti banget negal. Praktek ini sudah dilakukan bertahun-tahun, entah sejak kapan. Sejujurnya, ditinjau dari peraturan yang ada saat ini, negal itu ilegal. Namun tak pernah terdengar protes atau larangan tegas dari senior-senior. Hanya bisik-bisik, kalau mau negal hati-hati. Bahkan beberapa senior membuka tempat praktek mereka menjadi tempat negal. Di sisi lain, waktu pengangguran yang panjang dari selesai koass ke UKMPPD, serta pengumuman UKMPPD ke penerimaan internship, cukup membuat hati gatal.
Misalnya, saat baksos, ditanya oleh pasien:
"Dokter praktek dimana?"
Oh saya belum praktek bu. Saya masih nunggu pengumuman internship.
Atau saat acara reuni keluarga:
"Halo, lama ya ga ketemu tante, gimana koassnya udah selesai?
Iya tante, puji Tuhan udah selesai..
"Terus sekarang praktek dimana?"
Masih belum tante, masih harus ujian nasional dulu bulan depan.
Atau saat sudah terbiasa 'sibuk' waktu koass. Sekalinya dapet liburan p(uaaaa)anjang habis koass bingung mau ngapain. Dagang ga bakat, mau magang bantuin penelitian dosen otak enggak sanggup. Daripada nganggur, negal boleh juga.
Atau saat menjelang internship, dan kamu sadar selama ini kamu terlalu terlena dengan liburan, dan lupa hampir semua dosis obat. Remember, first impression matters. Ga mau kan dipandang sebelah mata sama tenaga medis lain karena bodoh banget. Apalagi kalo kebagian IGD duluan. Mending negal buat latihan jaga pas internship.
Atau saat saldo rekening sudah tipis. Dan kamu merasa umurmu sudah terlalu tua untuk meminta uang ke orang tua. Mending negal daripada enggak makan hari ini.
Atau saat ditelpon:
"Kakak, maaf ya uang bulanan buat kakak papa pake buat bayar biaya kuliah adik ya. Kakak udah dapat uang kan dari praktek di klinik?"

Aku ada di lingkungan dimana 'negal itu enggak apa-apa, asal tau batasan diri sendiri'.
Kalo baru pertama kali negal ya jangan langsung negal di IGD broo, carilah klinik-klinik kecil yang pasiennya 1-2 perkali jaga. Kalau sudah terbiasa, baru pelan-pelan jaga klinik yang lebih ramai. Jangan lupa belajar dulu sebelum jaga. Karena jaga tanpa belajar sama kayak pergi berperang tanpa bawa pelindung dan senjata.

Buat pasien (atau calon pasien), jangan takut kalau mau berobat ke klinik-klinik kecil yang dokternya masih (terlihat) muda. Tenang saja, dokternya pasti belajar dulu kok. Kita tahu, pekerjaan kita berurusan dengan nyawa. Tidak mungkin kita nekat negal tanpa pegangan ilmu yang kuat. Asal tau saja, kalaupun berobat ke puskesmas, yang meriksa dan ngasi obat di poli bisa saja perawat. Yha. Puskesmasnya di kota Malang lho, kota nomer 2 di Jawa Timur. Apalagi di kota-kota lain yang lebih kecil dari Malang. Bukannya membenarkan negal. Tapi lihat fakta yang ada. Indonesia masih kurang tenaga dokter, terutama dokter umum. Sementara dokter umumnya pengen ngambil spesialis. Yang di layanan primer siapa dong? Bukankah lebih baik bila kita bekerja sesuai tupoksi masing-masing? Dokter menjadi dokter, bidan menjadi bidan, perawat menjadi perawat, pengobat tradisional menjadi pengobat tradisional?

Bagi dokter-dokter (masih) muda ini, negal sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan klinis. Ya, semakin tinggi paparan kasus memang meningkatkan skill dan ketajaman diagnosis. We grow by learning. Semakin sering lihat pasien, semakin sering ngeresepin obat, kita jadi semakin terampil.

Untuk pelaku negal, mungkin akan lebih aman bila negal dilakukan setelah lulus UKMPPD. Setidaknya bila tiba-tiba disidak Dinkes, kita bisa nunjukkin bukti kalau udah lulus UKMPPD dan udah sah disebut teman sejawat. Kan harus memperlakukan teman sejawat seperti diri sendiri ingin diperlakukan. Yakan?

Sekian.
Btk.

Jumat, Juni 09, 2017

Kebodohan-2 : Buffalo Hump ?

Pada suatu hari yang cerah, datanglah seorang ibu, berusia 30-40 tahun ke puskesmas. Pasien datang dengan keluhan muncul benjolan yang berwarna kehitaman di tengkuknya. Pasien ini dibilang tetangganya, 'jangan-jangan kamu kena kencing manis', jadi dia pergi memeriksakan diri ke puskesmas. Dokter mudanya bingung, mau didiagnosis tinea tapi kok ada benjolannya. Mau didiagnosis lipoma tapi kok batasnya enggak tegas. Mau dibilang acanthosis nigricans tapi kok ada benjolannya.
Akhirnya dokter muda tersebut konsul ke dokter fungsional. Kelihatannya sih dokter fungsionalnya juga bingung. Dan dokter muda itu lupa bagaimana nasib pasien itu selanjutnya. Kayaknya sih dirujuk. Ah lupa.
#antiklimaks

Dan beberapa bulan kemudian, dokter muda tersebut sedang mempersiapkan diri untuk ujian nasional.
'Jadi tandanya cushing syndrome itu ada moon face, buffalo hump.... eh buffalo hump itu bentuknya kayak gimana sih?'
Lalu googling.
'Asem. Ini persis pasienku dulu pas di puskesmas. Dan waktu itu aku gatau ini apa. Aku juga enggak nanya kebiasaan konsumsi obat atau minum jamu..'

Kzl

Yah namanya juga proses belajar.

Senin, Mei 29, 2017

Kebodohan-1

Ini ceritanya udah lama sih. Dan setiap kali diingat mesti malu banget. Buanget.
Alkisah di suatu puskesmas di kota Malang, saat aku stase IGD, datanglah seorang anak laki-laki berusia 2-3 tahun dibawa mama papa dan tantenya. Pasien dibawa karena preputiumnya tidak bisa di kembalikan sejak 1 jam yang lalu. Sekali liat udah tau ini parafimosis. Waktu itu posisinya ketiga dokter fungsionalnya masih belum datang, jadi ya semua bergantung pada dokter muda Tya.
Mbak perawat (MP) : ini kenapa anaknya?
Tya : Parafimosis mbak..
MP : Oh, terapinya gimana mbak?
T : Mesti disirkumsisi mbak..

Emang dodol banget enggak pernah bener-bener belajar tentang ini. Padahal kompetensi 4. Saking ga pernah nemu pasien kayak gini di RSSA (yaialah), jadi bingung mau nerapi apa. Yang terlintas di kepala cuma terapi sirkumsisi. Aja. Terus mau dirujuk. Coba tebak dong mau dirujuk kemana? Ke RSSA biar ada Sp.U.

Dodol dodol. 

Untung surat rujukannya mesti ditandatangani dokter fungsionalnya. Sekitar 30 menit kemudian baru dokter fungsionalnya datang. Aku ga sadar karena lagi ngurus pasien yang lain. Taunya pasien anak tadi langsung diterapi. Saat itu juga. Di puskesmas. Diapain sodara-sodara? Di manual reduksi. Sesimple itu. Dan itu sama sekali enggak terpikir. Inget pernah baca tentang ini aja enggak.

Dodol dodol.

Aku enggak mbayangin gimana kalau pasien ini jadi dirujuk ke RSSA. Bisa dimaki-maki aku sama PPDS uro. Terus jadi bahan gosip seRSSA. Oh my, dibayangin aja ngeri..
Terus aku (BARU) mikir, oh pantes ya parafimosis itu kompetensinya 4. Lagipula kejadiannya juga barusan, masih bisa direduksi manual.

Buat dokter fungsional PKM K*********, terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya dok..
😂

ps : nantikan cerita kebodohan Tya part selanjutnya

Selasa, Mei 09, 2017

Panggung sandiwara (?)

Kehidupan di dunia itu seperti film, setiap orang punya peran dalam cerita. Semuanya terhubung.
Tapi tidak seperti film, tidak ada karakter yang 100% baik ataupun sebaliknya. Semua orang punya sisi baik dan buruk.
Tidak seperti film, pada akhirnya fakta tidak akan pernah benar-benar terbuka. Cerita yang sesungguhnya tidak akan pernah terungkap. Terbatas sudut pandang kita. Terbatas perbedaan pola pikir. Dan pada akhirnya semua rahasia terkubur bersama tubuh yang kaku dan dingin.

Lucu ya. Kita masuk dalam permainan yang mereka rancang. Kita ikut bermain, tanpa tau mengapa dan bagaimana. Kita ikut bermain karena semua orang juga bermain.

Benar juga kata bung Karno. Peperangan kita sekarang melawan saudara sebangsa-dan-setanah-air.

Itu yang terlihat.

Bagaimana dengan yang tidak terlihat? Bukankah itu lebih mematikan? Seperti jutaan spesies bakteri dan virus mematikan. Apakah terlihat mata? Tidak.
Musuh kita yang sebenarnya, adalah kekuatan yang ingin memecah belah bangsa. Apakah terlihat? Tidak.
Musuh kita yang sebenarnya adalah ego kita sendiri. Apakah terlihat? Tidak.

Senin, April 03, 2017

Puskesmas

Puskesmas adalah inovasi terbesar di bidang kesehatan!
Puskesmas dibuat dengan sistem wilayah kerja.  Satu puskesmas bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di kecamatan tersebut. (Hampir) semua masalah kesehatan, mulai dari sakit batuk pilek hingga wabah penyakit harusnya jadi tanggung jawab puskesmas wilayah tersebut.
Dengan konsep puskesmas ini, seharusnya setiap warga negara Indonesia bisa memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal.
Lalu kenapa sekarang puskesmas enggak bisa berfungsi maksimal? Kenapa masih banyak masyarakat yang merasa tidak tersentuh fasilitas kesehatan?
Tenaga kesehatan yang kurang, fasilitas yang terbatas, luas wilayah kerja yang terlalu besar (dengan jumlah penduduk yang sama), dan lain lain.
Aku melihat di poli pengobatan puskesmas, proses penegakan diagnosis dan terapi dilakukan oleh perawat. Yang dulunya tidak diajar untuk menegakkan diagnosa medis.
Kenapa? Karena dokternya kurang. Dokternya ada, tapi kurang.
Kerja di puskesmas itu enak sih, santai, penyakitnya gampang-gampang. Tapi kalo kelamaan bisa bikin otak atropi.
Kerja di puskesmas itu enggak seksi, ga menantang. Puskesmas itu cuma buat batu loncatan, sambil nunggu diterima jadi PPDS.
Emang ada mahasiswa kedokteran jaman sekarang yang cita-citanya jadi dokter fungsional puskesmas? Paling kalo emang pengen kerja di puskesmas, pengennya minimal jadi kepala puskesmas.
X:Tya mau ga kerja di puskesmas?
T:Nanti pas internship di puskesmas 4 bulan kok..
X:Kalau untuk seterusnya?
T: Emmmmmm......
Nih udah kerja di puskesmas, 6 minggu Public Health dan 3 minggu Kedokteran Keluarga

Jumat, Maret 10, 2017

Koass geriatri

Koass geriatri (n):
(1) koass yang sudah melewati 4 lab besar (IPD, Obgyn, Anak, dan Bedah); (2) koass yang akan menyelesaikan masa studi dalam waktu kurang dari 5 bulan.

Koass geriatri disuruh jaga tiap 3 hari. Sebenarnya enggak semua kelompok koass kedokteran keluarga di angkatanku jaga tiap 3 hari. Cuma kelompokku aja. Harusnya sih bisa jaga tiap 4 hari, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya kelompokku 'beruntung'. Kalau kelompok puskesmas lain jaganya bisa 4 hari sekali, dengan total jaga 4-5 kali jaga/koass. Sedangkan kelompokku 6-7 kali jaga/koass. Kan kesel.

Tapi kan hidup itu pilihan.
Lets count it as a priviledge. A priviledge to learn more, to use your time wisely, to train your skill, to show yourself that you can (and should) work harder for that big dreams.

Untuk Indonesia Sehat 2050.