Selasa, Oktober 20, 2015

Through our lives and through our hands..

Instalasi Gawat Darurat RSUD Saiful Anwar, 18 Oktober 2015 04.00 WIB.
2 jam menjelang berakhirnya jaga malam bedah, datang seorang ibu. Pasien non trauma, keadaan umum tampak sakit sedang. Dari inspeksi sudah terlihat jelas kalau ibu ini menderita ca mamma T4dNxMx.
T: ibu ada keluhan apa?
I: ini darahnya enggak berhenti keluar mbak. Di rumah sudah saya coba tutup pakai sofratul dan kasa yang gede-gede tapi tetap enggak berhenti.
Berhubung sudah hampir turun jaga, jadi saya dan teman saya memutuskan untuk rawat luka saat itu, walaupun belum di AP (atas perintah, a.k.a diperintah) PPDS. Toh juga pasti kita yang disuruh rawat luka.
Sambil merawat luka, saya dan teman saya sedikit menganamnesa perjalanan penyakit sang ibu
T: tadi ibu katanya sudah pernah di kemo di sini ya?
I: iya, dulu tahun 2007 di kemo di sini 3 kali, terus katanya mau dioperasi, tapi saya enggak berani.
Menggeram dalam hati. Bu, memangnya sel kanker bisa menghilang begitu saja? Duh percaya aja sama dokter kenapa sih? Puji Tuhan kata-kata itu tetap di dalam hati.
T: dulu benjolannya kayak gimana bu?
I: dulu kecil, enggak kelihatan. Saya di rumah cuma berdua sama anak saya, dia itu juga enggak peduli sama saya. Suami saya juga sudah enggak ada. Makanya saya enggak kontrol. Soalnya rumah saya jauh, enggak ada yg nganterin.
T: Oo.. Gitu ya bu.. Terus tadi kesini sama siapa bu?
I: Sama perawat dari RS Baptis dan sama kakak saya mbak.
Aku berusaha keras untuk tidak menyalahkan dan menambah penyesalan. Walaupun kanker sebenarnya mempunyai prognosis yang cukup baik bila ditangani di stadium awal. Sedih. Masih banyak orang yang belum mengerti tentang kesehatan. Tapi dalam kondisi ini nasi sudah menjadi bubur, tidak ada lagi yang bisa dikerjakan selain terapi paliatif.
Anyway, ceritanya pagi itu baru ikut seminar misi medis perdana di Malang. Disana diingatkan lagi tentang mimpi untuk jadi garam dan terang di rumah sakit. Selama 2 bulan di rumah sakit mimpinya sama sekali belum terlaksana. Alasannya banyak, kalo di IGD capek lah, banyak kerjaan, kaki pegel, nganterin foto ke radiologi, ngisi lembar observasi dll. Kalau di ruangan yang enggak enak diliatin keluarga pasien lain, malas, ngantuk, lebih memilih bercerita dengan teman jaga, dll.
Di fase awal ini aku memilih untuk mempraktekkan prinsip kedokteran nomer 1, primum non nocere (first, do no harm). Okay, hal ini mungkin sudah bisa teratasi. Yang kedua masalah raut muka. Mencoba untuk terus tersenyum disaat kondisi ngantuk, lelah, ada pasien di P1, dan banyak tindakan itu susah. Susah sekali. "Tya kamu kok lemes banget." "Tya kamu sakit ta?". Mukanya Tya memang begini T.T Makanya sejak dari saat itu mulai mencoba menghilangkan muka tapres dan lelah saat jaga.
May we be a people a people of integrity
Being whom we say we are & doing what we say
May we be a people a people with humility
Reconciled to God and man in Jesus name
Bring Your healing to the nation 
through our lives & through our hands
Bring your healing to the nation dear Lord,
change our lives and change our land
May we be a people, a people mending broken lives      
Giving hope to broken world by the Grace of God
May we be a people, a people serving God and man
bringing love and dignity,in Jesus name

Selasa, September 01, 2015

Seasons come, seasons go

Close your eyes and just pray your way back home
Through your pain as you try to just let go
Come to me in your hour of darkness
As you know that I'll be there
Don't you know I've been waiting for you
Seasons come and seasons go
Sun will shine and flowers grow
Winters come and my heart's yours
For I will never leave you alone
Close your eyes and you'll find you're not alone
Thru the night i won't leave you or let go
Come to me in your hour of darkness
As you know that I'll be there
Don't you know I've been waiting for you
Seasons come and seasons go
Sun will shine and flowers grow
Winters come and my heart's yours
For I will never leave you alone
Seasons come - True Worshippers

Selasa, Agustus 11, 2015

Bulan terakhir :)

Tulisan ini diketik sambil menunggu antrian kontrol dokter gigi, Agustus 2015.
Semenjak uang beasiswa habis tertiup angin, sudah kurang lebih 5 atau 6 bulan yang lalu aku hidup dengan uang bulanan yg dikurangi 500 ribu untuk membayar cicilan behel. Bukannya tidak bisa minta uang tambahan di papa, tapi sungkan (dan gengsi). Waktu bulan-bulan awal hidup rasanya melas banget. Dan budget yang paling sering dikorbankan adalah budget main, jajan, dan lauk bulanan. Dari yang dulu paling cerewet kalo Ariel malas bayar uang lauk bulanan, jadi bersyukur sekali Ariel beberapa bulan ini enggak pernah lupa bayar, jadi tetap bisa makan 3 kali sehari. Sempat kepikiran mau pinjem uang ke tante. 'Nanti kembalikan kalau uang beasiswa sudah turun'. Tapi tidak Tuhan ijinkan.
Walaupun begitu berkat Tuhan sepanjang beberapa bulan terakhir ini tidak pernah putus. Entah tante tiba-tiba main ke malang, diajak makan diluar terus pas pulang snack-snacknya ditinggal di rumah Malang, atau nonton seminar hasil penelitian terus pas pulang dapat kotakan kue/nasi, atau dateng ke sidang TA teman, atau sertijab wakil dekan, atau tasyakuran akreditasi A jurusan Pendidikan Dokter FKUB, atau ditraktir temen yang ulang tahun, dan atau atau lain. Intinya enggak pernah tuh kekurangan makanan.

The hardest part is over~
Sekarang doanya biar enggak kalap, apalagi dua bulan lagi beasiswa turun :3

Minggu, Juli 12, 2015

24 SKS (rasa 64 SKS)

I remember those weird conversations we had before some closed-book exams. Walaupun isi percakapan itu menguap dari otak setelah 24 jam. We've been through first take home test (the craziest), mRNA export assignment and we survived. Aku ingat dulu selalu mendambakan hari tanpa jurnal reading atau tugas makalah. Sekarang hari itu datang. Terima kasih untuk satu semester yang luar biasa! Menyenangkan bisa melewati hari-hari berat sambil tertawa bersama kalian :-)
sukses panum! sukses koas! sukses jadi dokter! sukses sempro! sukses th***s! :D

Minggu, Juni 28, 2015

Story of The Sun

Once upon a time, the sun was angry with God Almighty.
"Why put me in the tent? Nobody can see me here. No one will ever see my light." the sun said.
"Your tent is sooo boring. Can I go out there?" the sun asked.
"How can I survive in Your tent? Your promises seem far away." the sun begged.

But God never let the sun goes out.
"Stay there." He said.
"Trust Me." He said.
"My plans are bigger than yours." He said.

So five years passed,
The sun now happily stays at the tent of God,
which He built with His hand.
The sun cries no more.
Complain no more.

The sun is enjoying in the tent of God.
The sun has started to understand
that God is the sun's shepherd.
The sun shall not want anything.

The sun now realizes that God keeps the sun from disappointed and heartbroken.
The sun still does not understand the whole plan of God yet.
But God's tent is the place the sun belongs to be right now.

The sun is not lonely.
Even though the sun is alone.
The sun was lonely.
But not anymore.

Selasa, Juni 23, 2015

Menghidupi mimpi orang lain




Image result for grateful quote
taken from pinterest.com
Teguran dari Tuhan memang selalu tepat waktu. Disaat sedang malas-malasnya belajar, malah dipertemukan sama orang-orang yang mimpinya sederhana. Sesederhana menyekolahkan anaknya sampai tingkat sekolah menengah atas. Orang-orang yang tabah menghadapi keadaan, tapi tidak pernah menyerah.
Ceritanya kemarin baru balik dari Surabaya (setelah melarikan diri dari kenyataan hidup selama 3 hari). Sampai di Malang jam 9 malam. Biasanya jam segitu masih ada angkot. Lupa kalau sekarang bulan puasa, jadi enggak ada angkot lagi. Terus sambil nunggu angkot diajak ngobrol sama ibu-ibu. Basa basi kuliah dimana, semester berapa, aslinya darimana, dll. Terus ditawari dianterin dengan ongkos sama kayak naik taksi. Karena sudah malam, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda akan ada angkot yang datang, akhirnya dianterin sama Oma A itu. Dan dalam mobil ada Oma A, Ibu A, Ayah A, A, Nita dan aku (Well, kemarin lupa kenalan). Sepanjang perjalanan ibu A cerita banyak.
"Kita enggak punya rumah mbak. Tinggalnya ya di terminal. Saya tahu, orang-orang itu pikirannya langsung negatif tentang terminal"
Maaf, awalnya saya juga berpikiran demikian.
"Waktu ketemu gurunya anak saya di sekolah saya terus terang, 'kami tinggal di terminal'. Terus gurunya bilang, 'iya bu, anaknya dijaga ya'. Kita enggak marah sama orang-orang yang nakal. Tapi kita harus jaga diri, supaya enggak terbawa keadaan. Saya dulu enggak pernah dengerin nasihat orang tua. Namanya juga anak muda, masih suka coba-coba. Akhirnya saya kecelakaan, dan akibatnya masih saya tanggung sampai sekarang. Kalau dipikir-pikir lagi saya menyesal sekali. Makanya anak saya saya wanti-wanti terus, jangan kayak saya. Kita memang tinggal di lingkungan yang keras, kita memang orang tidak mampu, jadi kamu harus bisa merubah keadaan keluarga. Karena kalau bukan anak siapa lagi yang mau merubah nasib keluarga? Saya dan suami cuma bisa kerja dan kerja, tapi hasilnya enggak bisa lebih lagi, lha kemampuannya cuma segini. Kita kerja ya untuk anak. Enggak apa-apa kita kerja banting tulang, asal anaknya tekun belajar. Saya enggak butuh kamu balas pakai uang, karena mungkin waktu kamu berhasil saya sudah meninggal. Tapi melihat kamu niat belajar, tidak banyak tingkah dan tidak memalukan orang tua itu sudah lebih dari cukup buat kami."
Iya. Investasi terbesar orang tua adalah anaknya. Tapi tidak perlu dibalas dengan uang? Itu perspektif baru buat saya. Terharu.
"Ada tetangga saya, tinggalnya di terminal juga, tapi bisa nyekolahin semua anak-anaknya. Walaupun kalau dilihat untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi terminal sekarang sepi, paling setiap hari cuma 5 orang yang beli makan disaana. Tapi anak-anaknya sukses semua. Salah satu anaknya mau jadi guru, supaya gampang dapat kreditan rumah."
Sesederhana bisa kredit rumah. Sesederhana bisa hidup layak.
"Saya sering lihat anak-anak yang kuliah disini, yang minum-minum, pergaulan bebas. Mereka enggak tau gimana susahnya orang tua mereka ngumpulin uang sedikit-sedikit untuk anak. Disana orang tua susah payah ngumpulin uang, anaknya disini enggak niat kuliah."
Tahukah kamu besarnya kesempatan yang kamu punya saat ini? Ribuan, bahkan mungkin jutaan orang menginginkan untuk berada di posisimu saat ini. Bagi mereka hidup yang kamu jalani saat ini bagai mimpi untuk memeluk bulan. Jangankan untuk nonton bioskop, membayar biaya kuliah saja belum tentu sanggup.
Terus lu masih malas belajar?
Taken from voyagevixens.com