Rabu, Oktober 01, 2014

Moment of Truth

-When foolish idealism met divine purpose-


Ceritanya abis baca (lagi) buku Tuhan masih Menulis Cerita Cinta-nya cece Grace Suryani. Jadi berapi-api buat nulis. Hahaha
Hampir sama kayak ce Grace yang mimpi-sempurnanya digantikan dengan rencana sempurna Tuhan, hal yang sama juga terjadi dalam hidupku beberapa bulan ini.

Iya, kulit manggis yang sekarang udah ada
ekstraknya jadi judul TAku. So what? :)

Tahukah kalian bagaimana rasanya Tugas Akhir sudah selesai tapi belum bisa sidang? Disaat semua persiapan telah dilakukan, waktu liburan difokuskan untuk menyelesaikan Tugas Akhir dengan harapan bisa sidang sebelum masuk semester baru? Disaat semua pintu ke arah sana terlihat terbuka, tapi ternyata saat sampai didepannya pintu itu tertutup?
Hari ini. 26 September 2014. Harusnya aku sidang hari ini. Waktu awal liburan kemaren aku sudah berdoa dan Tuhan membuat aku percaya kalau aku bisa sidang minggu ke-3 semester 7.

Cerita ini diawali dari akhir tahun 2012. Beberapa temanku ada yang mengikuti penelitian payung dari dosen. Dan akhirnya aku tertarik dan masuk dalam Bu Titin Management (disingkat BTM). Bu Titin itu dosen PSIK, beliau termasuk dosen yang sering melakukan penelitian ataupun memanajeri penelitian beberapa profesor. Beliau pada waktu itu sedang mengambil program doktor dan beberapa bulan yang lalu telah lulus dengan predikat cumlaude! Aku sebagai mahasiswa bimbingan beliau ikut bangga juga dong. Hehe. Anywy, untuk mahasiwa semester 3 sebenarnya Tugas Akhir masih jauh dari hal yang harus dipikirkan. Tapi karena keinginan untuk bisa menyelesaikan Tugas Akhir dengan cepat, pilihan ini akhirnya diambil. Singkat cerita, penelitian selesai pada tahun 2013. Analisis data dan segala tetek bengeknya, pusing sama SPSS tapi lama-lama bisa juga setelah dicoba dengan berbagai cara dan transformasi. Berhubung ini penelitian dosen, laporan dan pembahasan harus segera dikirim. Karena keterbatasan ilmu pembahasan pun disetor seadanya.
Perkenalkan tikus penelitianku,
Rattus novergicus galur Wistar
(dan 55 temannya) :D

 
itu tangankuu :3
setelah berminggu-minggu dirawat jadi
jinak dan gak suka gigit

Lama berselang, saat aku dan teman-teman konsul ke bu Titin terkait Tugas Akhir kami, beliau memberitahu kami bahwa Prof Aris (ketua peneliti kami) sudah ditagih publikasi oleh penyandang dana. Kami diminta segera membuat jurnal dan mempublikasikannya. Waktu itu kami sedang disibukkan dengan UAS semester 6, jadi jurnal kami kerjakan sesempatnya. Liburan semester pun datang, jurnal mulai dikerjakan. Karena penelitian ini besar, jadi jurnal kami digabung, tidak perorangan tetapi persubbagian. Aku dan 2 teman mendapat parameter antioksidan. Mulai deh pusing-pusingnya. Mulai dari mencari mau publish dimana, jurnal tempat publish itu masih kecover SCOPUS atau enggak, menyatukan otak 3 orang supaya jurnal bisa jadi satu kesatuan yang utuh dan enak dibaca, sampai mencari bantuan untuk translate bahasa inggris kemana-mana. Tepat minggu pertama semester 7 jurnal kami submit ke Biomarkers and Genomic Molecules (BGM), publishernya ScienceDirect. Lumayanlah walaupun gratis dan impact factornya cuma 0,3 tapi tampilannya keren kayak jurnal terbitan Elsevier dan Nature yang biaya publishnya bisa sampai puluhan juta. Puji Tuhan, 4 hari setelah jurnal kami submit, pihak BGM memberikan konfirmasi bahwa jurnal telah mereka terima dan ada beberapa format tulisan yang mereka ubah. Seneng banget waktu itu. Aku pikir ga bisa sidang minggu ke 3 semester 7, tapi ternyata Tuhan bisa buka jalan. Siangnya langsung ketemu bu Titin.

'Bu, aku boleh sidang bulan ini ga?'

-beberapa bulan sebelumnya-
'kalo (jurnal) udah underreview boleh lah kalian sidang'- bu Titin.

-kembali ke saat ini-
'enggak boleh Tya, nunggu di accept dulu ya. Saya udah diskusi sama dosen-dosen lain dan sudah disetujui. kalian batasnya kapan sih? Bulan februari ya? Masih lama, bisa kok.'
'...'
'iya bu'

Enggak sampai 12 jam, harapan itu runtuh. Nangis berhari-hari. Video You Know Better than I dari film Joseph the Dreamer diputar ratusan kali. Aku sampai di titik dimana aku bosen nangis gak jelas. Sudah terlalu banyak waktu yang terbuang untuk nangis. Harusnya waktu itu dipakai buat belajar, ujian formatif I blok repro 2 minggu lagi. Kenapa Tuhan tidak konsisten? Apa yang dulu itu aku salah baca ayat? Apa ada dosa yang aku lakukan sehingga perjanjian itu batal? Padahal aku pengen cepat-cepat sidang, supaya aku tidak lagi terbeban dengan ini. 2 tahun itu bukan waktu yang singkat, maksudku aku udah berurusan dengan ekstrak kulit manggis dari jamannya ekstrak kulit manggis masih belum ngetren, sampai jadi bahan bercandaan, sampai orang-orang udah bosen ngomongin kulit manggis, aku udah mengerjakan tugasku, apakah aku tidak pantas mendapatkan upahku? Aku ingin mengerjakan banyak hal lain tanpa terbeban Tugas Akhir, aku pengen menghabiskan semester terakhir di preklinik hanya dengan belajar dan jadi kakak KTB yang baik. Hal ini membuat aku takut percaya. Aku takut hal-hal yang aku percayakan pada Tuhan saat ini tidak akan berjalan semestinya, seperti perkiraanku, seperti idealismeku.
Kemarin pagi dapat ayat di 1 Korintus 13:9
Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
jleb.

Now i see the truth. Aku gak bisa membatasi kuasa Tuhan dengan idealismeku. Kenapa harus dengan caraku, kalau Tuhan punya cara yang lebih sempurna?
Jangan batasi Tuhan.
Jangan batasi Tuhan.
Jangan batasi Tuhan. 

I'll take what answer you supply. You know better than I..

Malang, 26 September 2014

Selasa, Agustus 19, 2014

Bravery

A Cinderella Story
Salah satu film favorit, for ever maybe. Film yang hampir selalu sukses mengangkat mood yang jatuh. Ceritanya sih klasik. Seorang anak bernama Sam tinggal berdua bersama ayahnya. Ayahnya mempunyai restoran. Hidupnya berubah sejak ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, dan kemudian meninggal saat bencana gempa bumi. Karena tidak meninggalkan surar wasiat, Sam diperlakukan buruk dari ibu tiri dan kedua saudara tirinya. Menjadi pelayan di rumah, restoran ayahnya, membantu tugas sekolah saudara tirinya, dan lain-lain. Waktu berjalan dan Sam bertumbuh menjadi remaja yang mulai mengenal cinta. Secara tidak sengaja Sam berhubungan dengan Austin, ketua osis, pemain football sekolah sekaligus murid paling populer dan tampan di sekolahnya melalui dunia maya. Singkat cerita mereka kopi darat di pesta topeng yang diadakan sekolah. Sayangnya jam 12 malam Sam harus kembali ke restoran untuk bekerja, meninggalkan Austin yang belum sempat mengenalinya. Sam menjatuhkan ponsel, namun sayang, ponselnya terkunci. Austin kemudia mencari Sam ke seluruh penjuru sekolah, namun Sam tetap bersembunyi karena takut Austin tidak akan menyukai dirinya yang sebenarnya. Singkat cerita, kedua saudara tirinya tidak sengaja melihat email dari Austin untuk Sam, merekapun menceritakan hal itu kepada pacar Austin. Dibuatlah rencana untuk mempermalukan Sam di depan umum lewat drama singkat di acara pra-pertandingan football. Rencana mereka berhasil, Austin mengetahui siapa 'Cinderella' yang sebenarnya dan Sam dipermalukan di depan umum. Di tengah keterpurukannya, ibu tirinya memutar balik fakta kalau dia tidak lolos ke universitas impiannya. Klimaksnya, dia teringat nasihat ayahnya "never let the fear of striking out keep you from playing the game". Dia kemudian menolak perintah ibu tirinya untuk bekerja di restoran, keluar dari rumahnya, dan memberitahukan Austin apa yang dia rasakan. Akhirnya bisa ditebak. Sam berpacaran dengan Austin, kekayaan ayahnya menjadi milik Sam setelah dia menemukan surat wasiat dari ayahnya, dan dia berhasil masuk ke universitas pilihannya.
Beberapa minggu yang lalu setelah nonton film ini untuk kesekian kali, baru sadar kalau salah satu OSTnya Make You Feel My Love tapi aku gak tahu siapa penyanyinya. Setelah itu langsung download satu album OST film ini. Gak nyesel sama sekali. Aku belajar untuk menjadi berani apapun resikonya dari film ini. Bercerita itu melegakan. Memang aku belum memperoleh akhir yang aku harapkan, tapi aku tahu ini yang terbaik. Ceritaku masih belum selesai. Hahaha
Hei kamu, terima kasih untuk pelajarannya walaupun tanpa kata. Aku gak pernah menyesal tentang apapun. I won't look back when I tell you what I think about you. I pray you've learned something too :)

Post-Camp

Kamp Medis Nasional XIX, BITDeC, Tanah Lot-Bali 12-17 Agustus 2014

Selama 4 tahun berturut-turut sejak 2011 Tuhan mengijinkan aku untuk mengikuti 4 kamp tengah tahun. Outbound NCS 2011, KMdN XVIII 2012, National Student Camp 2013, dan KMdN XIX 2014. Mungkin Tuhan tahu kemungkinan defisiensi nutrisi rohani selama masa perantauan ini. Ikut kamp itu seru, bisa dapat banyak teman baru, menjelajah daerah yang belum pernah didatangi sebelumnya, dan yang paling penting bisa belajar Firman Tuhan lewat banyak pembicara.
KMdN XIX adalah salah satu kamp yang aku nantikan sejak 2 tahun yang lalu. Ternyata banyak pertanyaan yang terjawab lewat kamp ini. Beberapa komitmen telah direncanakan. Namun, pelajaran dari beberapa kamp sebelumnya, setelah kamp usai dan kita pulang ke rumah, saat itulah dimulai pertarungan yang sesungguhnya antara diri kita dan pikiran kita. Kita sudah masuk di tahap contemplation, yaitu dimana pikiran mulai berkecamuk untuk berubah, namun kondisi nyaman di rumah entah mengapa sering memudarkan pemikiran itu. Saat kamp kita dibawa keluar dari zona nyaman kita, tapi saat di rumah keinginan untuk berubah menghilang bak terbang terbawa angin saat perjalanan pulang. Peralihan dari tahap contemplation ke cues to action memang tahap yang paling berat dari sebuah proses perubahan. You can deny it, but you can't pretend like you don't know it.
Pada akhirnya kitalah yang memutuskan, entah momentum yang telah kita tangkap akan kita buang, pegang, atau bahkan kerjakan. Disinilah gunanya komunitas pasca-kamp. Komunitas tidak hanya berfungsi sebagai ajang saling mengenal, tapi juga sebagai alat untuk saling menopang dan mendukung, serta mengingatkan komitmen yang telah dibuat selama kamp.
Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. (Wahyu 2:10) 
Teman sekamar Tiberias 2&3
(kiri-kanan: Anindya, Denata,Trinda, Ruth, Ghea, Wanda, Hosana, Ika, Tya)

Rabu, Agustus 06, 2014

Update 6 Agustus 2014

Akhirnya mood nulis terkumpul, setelah satu semester seakan mati suri. Padahal banyak ide tulisan yang menumpuk. Salah satu inhibitornya mungkin malu. Iya, malu kalau orang tau apa yang aku pikirkan. Aku hanya tidak terbiasa saat ada orang yang tidak aku harapkan membicarakan postingan blogku di depanku. Seriously, nothing more horrible than heard mama/papa says 'sudah lama mama tidak baca postingan blogmu' or 'tya ni blognya tidak update' -___-" Inhibitor lainnya kesibukan kuliah, skripsi, dan mengurus rumah. Kejenuhan kuliah seakan-akan sudah tidak bisa lagi diatasi. Beruntung ada PMK FKUB yang menyediakan praktek di poli dan bakti sosial di desa-desa. Lumayan membangkitkan semangat belajar. Apalagi waktu baksos paskah beberapa waktu yang lalu aku ketemu pasien yang gatal seluruh badan, tapi ga ada jamur atau penyakit kulit lain. Waktu itu baru masuk blok gastroenterohepatologi. Setelah selesai blok dan mengerjakan soal-soal latihan, jadi tau kalo peningkatan kadar bilirubin bisa menyebabkan gatal-gatal di kulit. Geregetan waktu ingat kasus di baksos. Seandainya sudah tau sejak sebelum baksos pasti tidak akan melewatkan palpasi dan perkusi hepar. Atau merujuk pasien untuk mengecek kadar bilirubin. Kembali ke topik awal. Aku sadar aku bukan orang yang pintar merangkai kata, walaupun aku suka nulis. Kinestetik gerakanku lumayan dominan. Pikiranku adalah raksasa terbesar yang harus aku hadapi. Menulis mungkin bisa menjadi salah satu terapi untuk merapikan pikiranku yang tidak terarah dan berantakan. Itu aja sih. Cuma pengen ngetik hal random dan terus menjaga mood menulis. Anyway, getting excited for KMdN XIX August 12th-17th, 2014 and KLC September 2nd-4th, 2014!

Cukup

cu·kup (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
1 a dapat memenuhi kebutuhan atau memuaskan keinginan dsb; tidak kurang
2 a lengkap; genap (umur, waktu, dsb)
3 a sudah memadai (tidak perlu ditambah lagi)
4 a lumayan; sedang;
5 a cak agak kaya; berada; tidak kekurangan
6 adv agak

Dari definisi diatas, cukup itu bergantung kebutuhan dan keinginan.
Cukupkah liburan 77 hari? Relatif. Kalau kebutuhan untuk beristirahat dan bersenang-senang setelah berjuang selama 5 bulan kuliah sepertinya 2 bulan lebih cukup. Apalagi semester 6 adalah semester paling malas dan melelahkan yang pernah aku jalani.
Sejak bulan pertama masuk kuliah saja sudah mulai merencanakan kegiatan liburan. Target-target dibuat, untuk mencegah hal-hal yang mungkin dapat merusak rencana liburan. Puji Tuhan, liburan semester ini, yang adalah liburan tengah tahun terakhir sebelum koas, bisa dinikmati secara utuh tanpa terpotong SP.
Cukupkah liburan hanya di rumah dan di rumah sakit? Tanpa agenda jalan-jalan ke luar kota seperti masa SD, SMP, dan SMA dulu? Ditengah kondisi yang tidak memungkinkan, mencukupkan diri dengan apa yang ada terkadang lebih baik dan memuaskan. Malang-Surabaya-Malang sepertinya cukup. Cukupkah skripsi 80 halaman? Atau perlu tambahan berbagai materi pendukung hipotesis? Cukupkah referensi dari 200 jurnal? Pada akhirnya sampai pada suatu kesimpulan, jangan mengharapkan kesempurnaan dari ilmu yang tidak sempurna. Akan selalu ada kekurangan, akan selalu ada hal yang tidak bisa dijelaskan. Yang terbaik yang bisa kamu lakukan itu cukup. Tidak perlu kesempurnaan. Karena sesempurna apapun tetap akan ada celah pada saat sidang. Tetap ada yang harus direvisi. Kata cukup itu melegakan. Kita dapat berkali-kali berkata cukup pada hal yang tidak menyenangkan dan tidak nyaman, tapi jarang diucapkan saat kita berada di zona nyaman. Cukup itu relatif. Tergantung dari sisi mana kita melihat. Bila kita selalu melihat ke atas, tidak akan pernah terpikir kata cukup. Di minggu ujian, sangat gampang bilang cukup. Di bulan liburan, entah kenapa kata itu sulit diucapkan. Menyenangkan rasanya diam di rumah seharian, nonton tv, tidak ada hal memusingkan yang harus dipikirkan, tidak ada materi kuliah yang harus dibaca, tidak ada rumah kotor yang harus dibersihkan, tidak perlu pusing mau masak apa untuk sarapan. Kondisi yang mudah dijalani. Mungkin saat masuk kuliah nanti akan sedikit sulit mengatakan "Sudah cukup liburannya, sekarang waktunya belajar dan berjuang." Tapi tidak mustahil dikatakan. No matter what, it's a luck to live my life. Aku merasa beruntung, bukan karena aku selalu beruntung, tapi aku mau terus melihat ke bawah. Hey, hidupmu berkecukupan, mengapa mengeluh? Aku tau semuanya karena anugerah Tuhan, bukan karena usahaku sendiri. Karena itulah aku merasa beruntung, dengan kondisi ketidaklayakanku ini. Tetap ada hal-hal baik diantara hal-hal buruk yang aku alami. Keduanya patut disyukuri.
Cukup itu menyenangkan.
Cukup itu melegakan.
Cukup itu cukup.

Aditya Angela Adam
Malang, 2014

Dua Sisi

Dulu sangat mudah menilai sesuatu, persepsi ini benar itu salah sangat mudah diambil tanpa mendalami alasan kenapa ini benar dan itu salah. Karena ini benar, maka itu salah. Titik. Semakin bertambah umur, masalah jadi lebih kompleks. Tidak ada lagi A salah B benar, atau B benar A salah. Mengapa? Karena kita mulai melihat dari dua sisi. Di antara banyak kesalahan pasti ada secercah kebenaran, begitu pula diantara banyak kebenaran terdapat goresan kesalahan.
Belakangan ini aku belajar banyak hal tentang menghakimi. Menjadi penengah diantara 2 pihak yang bermasalah membuat aku sadar kalau ada hal yang mendasari setiap tindakan manusia. Setiap orang benar menurut pemikirannya sendiri. Diantara kedua belah pihak tidak ada yang benar-benar salah dan tidak ada yang benar-benar benar. Semua bertindak benar dan salah. Awalnya membingungkan, seperti mengurai benang kusut. Rasanya ingin menyerah. "Udahlah, digunting aja." Tapi gunting tidak menyelesaikan masalah. Benangnya tetap kusut bahkan tidak lagi tersambung. Tapi pelan-pelan, setelah mendengar dan menilai dua sisi, yang diperlukan hanya pengertian dan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan. Kalau aku ingat lagi, aku bersyukur kepada Tuhan masalah itu sudah kita selesaikan dengan baik.
Selain itu, tahun ini suasana politik Indonesia sedang hangat dibicarakan. Apalagi kalau bukan pemilihan umum legislatif dan presiden. Sebagai pemilih pemula, tentu saja hal ini sangat menarik untuk dibicarakan. Sebelum pemilu presiden beredar banyak berita tentang kejelekan kedua pasangan capres dan cawapres. Rupanya Indonesia mulai menyadari kekuatan media dalam mempengaruhi opini publik. Ribuan akun palsu dibuat, berbagai tulisan di sosial media yang diragukan kebenaran dijadikan acuan. Sampai-sampai tidak bisa dibedakan mana yang benar mana yang salah. Kebenaran dilebih-lebihkan, kesalahan ditutup-tutupi. Pendukung pasangan nomor 1 hanya melihat kebaikan pasangan yang didukungnya, tidak peduli berbagai isu HAM dan kontra demokrasi yang ditujukan ke pasangan tersebut. Begitu pula pendukung pasangan nomor 2 yang sudah menggantungkan harapan besar, walaupun isu intervensi dari luar Indonesia berperan dalam pencalonan pasangan tersebut. Bahkan terlihat sekali ada dua televisi berita yang selama ini netral berubah mendukung masing-masing pasangan capres-cawapres. Aku tidak mengerti hukum, jadi tidak tau apakah hal itu dapat dibenarkan atau tidak. Jangan salahkan kami kalau kami sudah kehilangan kepercayaan pada kedua televisi tersebut.
Setelah pemilihan dilakukan dan hasil quick count muncul, kedua pasangan capres dan cawapres sama-sama menyatakan kemenangannya, tentunya disiarkan di kedua televisi yang mendukung masing-masing pasangan. Belum selesai sampai disini, tanggal 22 Juli, yang digadang-gadang menjadi puncak pemilu, salah satu pasangan tidak menerima hasil perhitungan KPU. Antiklimaks. Itu semacam naik roller coaster, sudah sampai di pintu keluar tapi tiba-tiba roller coasternya bergerak lagi. Puji Tuhan, tidak ada kericuhan atau demonstrasi yang diisukan terjadi setelah pengumuman hasil pemilu. Saat ini hasil pilpres masih diproses di Mahkamah Konstitusi.
Tidak ada yang benar-benar benar dan tidak ada yang benar-benar salah. Pasti ada kecurangan yang dilakukan oleh kedua pasangan. Tapi ini bukan masalah hubungan antar manusia yang bisa diatasi dengan pengertian dan kerendahan hati. Ini masalah kalah dan menang. Menilai mana yang lebih benar diantara kubu yang salah. Hakim-hakim MK menurutku orang-orang yang keren karena bisa menilai hal itu. Jangan biarkan kami berpikir yang sebaliknya, Bapak dan Ibu Hakim.
Sesungguhnya kebenaran yang sempurna hanya milik Tuhan. Manusia, sesempurna apapun, tetaplah punya salah. Jadi hakim itu perkara yang sulit. Menghakimi itu mudah kalau kita hanya melihat dari satu sisi. Yang bijak adalah yang mampu menilai dari berbagai sisi.

Happy growing up!