Sebulan ini di RS, beberapa kali ketemu pasien yang tiba-tiba memburuk. Radang paru bisa berubah drastis hanya dalam waktu 24 jam. Baru 1 jam yang lalu kondisi stabil, tanda-tanda vital aman, barusan ngobrol dengan dokter dan perawat, tiba-tiba apneu.
Memang pasien dengan kondisi buruk akan selalu ada. Selalu ada pasien yang tiba-tiba meninggal. Tapi, tidak sebanyak ini... pembicaraan ini yang belakangan berputar diantara kita, dokter dan perawat di RS. Penuh drama. Harus jaga perasaan. Harus jaga kondisi. Tidak boleh bikin kegaduhan. Jangan gegabah ambil keputusan. Jangan sembarangan berkomentar, nanti malah bikin tenaga medis lain takut merawat pasien. Mana sistem belum benar-benar jelas...
Mungkin hal ini yang dirasakan dokter dan perawat di Wuhan bulan November-Desember 2019. Kenapa banyak keanehan? Kenapa banyak kematian mendadak? Memang pasien punya penyakit penyerta lain, tapi biasanya tidak semendadak ini perburukan terjadi.
Jujur aku agak kecewa dengan pernyataan pak Gubernur. Pasien meninggal hanya 1, itupun karena tifus. Tifoid sekarang sudah tidak berbahaya pak, terapi antibiotik sudah cukup. Coba minta data ke Dinas Kesehatan Provinsi, berapa persen sih kematian karena tifus? Pasien yang meninggal murni karena tifus bisa dihitung dengan jari. Kalau ini penyakit baru, kita tidak tau apa saja yang bisa dibuat virus ini di dalam tubuh manusia, apalagi manusia dengan hemodinamik tubuh tidak seimbang seperti pada penyakit hipertensi, diabetes, gagal ginjal dll. Bisa saja, itu hanya tampak seperti tifus. Dan memang penyakit ini juga punya manifestasi klinis di saluran cerna seperti nyeri perut, mual, muntah dan diare. Hal ini yang bikin kadang penyakit ini lambat terdiagnosis. Pernah dengar kan penelitian yang bilang virus ini ditemukan di kentut? Jadi we never know, yet. Setidaknya perlu 1-2 tahun lagi untuk memetakan seperti apa virus ini sebenarnya dan bagaimana efeknya ke tubuh manusia.
Selama ini kita doa, BAPA angkat Covid-19 dari dunia ini. Tapi BAPA bilang tidak. Kayak duri dalam daging yang dialami Paulus, virus ini masih belum bisa benar-benar terkendali. Kita harus percaya, dalam Covid-19 yang sedang terjadi, kuasa BAPA jadi sempurna.
Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yakobus 1:4)
Obatnya duri dalam daging sebenarnya adalah ketekunan. Kita gabisa hilangkan duri dalam daging aka virus itu. Tapi kita bisa kendalikan diri kita. Bertekun dalam kondisi ini, supaya kita bisa dibentuk BAPA untuk jadi sempurna di dalam DIA.
New normal sesungguhnya adalah latihan untuk tekun. Latihan untuk engap pakai masker. Lama-lama pasti tidak engap, asal biasa. Latihan untuk enggak turun-turunin masker ke dagu. Latihan untuk rajin cuci tangan dengan ENAM LANGKAH. SUNGGUH INI HANYA 40 DETIK TIDAK ADA YANG SALAH KAN DENGAN CUCI TANGAN 40 DETIK. HANYA 40 DETIK SAJA. TOLONG. Latihan untuk peduli sama orang lain. Terutama sama orang-orang yang rentan, usia tua dan atau punya penyakit penyerta. Ini SEMUA harus dilakukan terus menerus. Harus tekun.
Di kondisi seperti ini, dibutuhkan kerja sama SEMUA pihak. Gabisa kalo cuma tenaga medis aja yang sadar tapi masyakatnya masih banyak yang bebal.
No, you dont need to cheer me up. Ga perlu semangat-semangatin aku. Cukup dengan ngeliat masyarakat rajin pakai masker DENGAN BENAR (harus ditekankan disini. Bukan cuma pake masker ala-ala), rajin cuci tangan, dan physical distancing, sudah membuat tenaga medis sangat bersemangat.
Puji Tuhan sudah banyak juga yang taat protokol kesehatan. Nah aku merasa berkewajiban untuk terus menerus meningatkan semua orang, terutama yang masih bebal untuk meningkatkan kesadaran diri masing-masing. Yang sudah rajin dan taat protokol kesehatan, GOOD JOB! Semoga rajin terus ya! Percayalah setiap tindakan yang kalian lakukan sesuai protokol kesehatan itu bermanfaat untuk menjaga hidupmu dan hidup orang-orang di sekitarmu.
Tapi yang masih bebal, yang ngomong-ngomong new normal tapi masi males cuci tangan, masih narik-narik masker ke dagu, enggak dijaga tangannya masih pegang macem-macem, ngantri enggak pake physical distancing, coba dipikir lagi. Benarkah kalian sudah siap dengan new normal? Kalian tuh masih enggak peduli lho sama orang lain. Apa harus diawasi/ditegur dulu baru bisa taat semua protokol kesehatan?
Tau gak? Setiap detail itu bermakna. Setiap gerakan dalam 6 langkah cuci tangan itu ada artinya. Pakai masker terus menerus itu ada artinya. Jaga jarak dengan orang lain selangkah saja ada artinya. Mungkin efeknya ga bakal kita rasakan dalam 1-2 hari, atau 1-2 minggu, mungkin baru kerasa dalam sebulan, dua bulan, atau bahkan sampai setahun. At the end, every small details matter.
Ayo tekun cuci tangan 6 langkah!
Ayo tekun physical distancing!
Ayo tekun pakai masker menutupi hidung dan mulut!
Ayo tekun pakai masker waktu ngomong!
I write to express. I write to look back and taste life twice (or thrice, or more!)
Jumat, Juni 05, 2020
Sabtu, Mei 23, 2020
Stop
A journey.
Two different worlds.
You spent most of your time immersed in research papers at an overpriced coffee shop. He spent most of his time talking nonsense with his friends.
Love surpasses all, I know.
But tell me, how your worlds become one?
It's either your or his loss.
Stop.
Two different worlds.
You spent most of your time immersed in research papers at an overpriced coffee shop. He spent most of his time talking nonsense with his friends.
Love surpasses all, I know.
But tell me, how your worlds become one?
It's either your or his loss.
Stop.
Kamis, Mei 14, 2020
Let the wave begin
Sebagai dokter jaga UGD RS rujukan Covid-19 di Kota Kupang, the tension is real man. Awal April 2020, sejak ada 2 kasus positif di Indonesia, kunjungan ke UGD secara umum mulai turun drastis. Drastis banget. Sampe kita bisa nari-nari di UGD wkwkwk
Sampai akhir April 2020, ada beberapa pasien masuk yang kita curigai PDP, tapi berakhir dengan rapid test negatif, atau keburu meninggal sebelum di swab. Apalagi waktu itu lab PCR di Kupang masih belum jadi. Swab diambil tapi hasilnya bisa 2 minggu lebih baru ada kabar.
Waktu itu aku pernah jaga, datang pasien batuk-batuk dengan keadaan umum stabil. Karena stabil dan ga ada riwayat bepergian dan kontak, jadinya kita santai, meriksa pasien dengan APD level 1. Anehnya, dia enggak merasa sesak, padahal parunya rhonki full. Saturasinya juga turun 80an. Tapi ga sesak. Langsung aku teringat sama silent ischemic-nya covid. Apalagi pasien ini anamnesanya berubah-ubah, selama ini di rumah saja, menyangkal ada riwayat bepergian dan kontak dengan orang dari luar kota. I got a bad feeling. Ditambah lagi setelah ngeliat thorax AP nya yang bilateral patchy infiltrat. Labnya juga, NLR ratio lebih dari 5,5. Awalnya pasien di bed dekat nurse station, tapi setelah liat hasil rontgen, langsung aku pindahin ke isolasi UGD. Salah satu keputusan yang tidak pernah aku sesali wkwkw.
Setelah konsul ke dokter spesialis, dokternya setuju rapid test. Hasilnya? Non reaktif. Tapi mon maap ni ya tya sudah punya trust issue dengan rapid test. Sensitivitas spesifisitas alatnya ga jelas. Rapid test kek gitu seharusnya gabisa dipakai buat screening. Tapi ya sudahlah ya, udah kadung dibeli juga sama pemerintah.
Pasien ini setelah ditanya-tanya lagi, baru ngaku kalau dari daerah Kabupaten Kupang. Awalnya bilang dari sana ke Kupang naik kapal, terus berubah lagi jadi naik mobil pribadi. Kan mencurigakan. Aku ga tau mau percaya yang mana. Terus bilang kalo ke kupang 2 kali bolak balik. Jadi pertama naik kapal, kedua naik mobil pribadi. Jujur kesel sih waktu itu. Kan jadinya mudah suudzon sama pasien dan keluarga. Nipu ga ya? Bohong ga ya? Tapi kalau memang pasien ini benar-benar jujur dengan riwayat perjalanannya, transmisi lokal bukan hal yang mustahil lagi di Kupang.
Long story short, setelah drama berjam-jam di UGD, pasien ini berhasil masuk ruangan isolasi dengan diagnosa PDP. Tapi sebelum hasil swab keluar, lebih tepatnya 3 hari setelah masuk UGD, pasien meninggal karena sesak nafas.
Abis itu aku langsung dapat instruksi buat isolasi mandiri di rumah sampai 14 hari setelah pasien itu aku terima. Tapi sampai detik postingan ini aku buat, hasil swabnya masih belum ada :)
Hasil PCR yang lama keluarnya, di satu sisi bikin kita agak 'tenang', di sisi lain bikin kita was was juga karena sebagian besar kasus berakhir menjadi misteri. Dan betul juga, setelah lab PCR di Kupang beroperasi, kasus positif di NTT langsung meningkat secara eksponensial. Tidak sampai seminggu, kasus transmisi lokal langsung terdeteksi.
(Me shouting internally) ITU KANNNNNN! SUDAH KU BILANG JANGAN ANGGAP DI KUPANG TIDAK ADA LOCAL TRANSMISSION. SANTAI SAJA TERUS, JALAN-JALAN SAJA TERUS, NONGKRONG-NONGKRONG SAJA TERUS! MALES CUCI TANGAN SAJA TERUS! YES YOUR IGNORANCE IS YOUR BLISS!
Gini lho, mungkin kamu tidak akan sakit berat saat kamu terinfeksi. Tapi bayangkan betapa besar penyesalanmu nanti, kalau orang yang kamu sayang atau ada orang yang terinfeksi dari kamu. Terus sakitnya berat karena ada penyakit penyerta. Terinfeksi dari kamu.
Makanya pakai masker MENUTUPI HIDUNG DAN MULUT! RAJIN CUCI TANGAN!
Pengen deh membalikkan stigma, kalau garda terdepan itu bukan tenaga medis, tapi masyarakat di luar RS. Apa gunanya RS punya alat lengkap dan tenaga medisnya pake APD lengkap, tapi infeksi di masyarakat jalan terus?
Memang tidak ada satupun dari kita yang mau terinfeksi. Tidak ada yang mau masuk ruang isolasi sendirian. Lagi sakit, lagi sesak terus sendirian. Sungguh tidak menyenangkan sama sekali.
Tapi, kita yang kerja di RS juga ga mau ketularan dari pasien. Gimana kalo dokter dan perawat UGD banyak yang ketularan, terus yang jaga UGD sapa dong? Makanya yuk kita kerja sama. Yuk jujur kalau ditanya apapun oleh dokter dan perawat. Yuk jangan menutup-nutupi info. Bukankah yang kita takuti sebenarnya bukan kasus positif, tapi kebohongan?
Setidaknya kalau kita tau ada yang positif, penanganan akan terstandar, aman bagi pasien, aman bagi tenaga medis. Win win solution kan. Lagipula ini juga bukan penyakit yang angka mortalitasnya tinggi. Bisa kok sembuh, bisa kok sehat lagi. Bisa kok enggak menularkan lagi. Asal sabar dan tabah aja, ga sampe sebulan berobat dan jangan kemana-mana dulu.
Bohong itu capek ga sih? Bukankah bohong itu bisa bikin stres, akhirnya imunitas jadi lebih gampang turun karena hormon stres meningkat? Capek kan bohong. Bikin hati ga bisa tenang. Makanya yuk jujur kalau ditanya di UGD. Tapi alangkah lebih baiknya lagi kalau sakit dan ada riwayat yang mengarah ke infeksi Covid-19, jangan langsung ke RS, tapi telpon dulu puskesmas atau RS terdekat, atau sistem telemedicine yang ada di kota masing-masing. Kalo di Kupang kan sudah ada nomor telpon puskesmas terdekat. Nah itu bisa dipake. Modal pulsa 5rb bisa donggg, demi memutus mata rantai infeksi. Another win-win solution.
Btw ini ada link buat prediksi kemungkinan kita kena covid atau enggak, lumayan membantu buat stratifikasi risiko.
http://insomarisuksesgroup.com/tescovid19/home.html
Percayalah, kita akan sangat respek pada pasien yang jujur sama riwayat sakitnya. Sangat amat sangat menghormati. Tapi kalau dibohongin itu rasanya kayak dikhianati, kek ditusuk dari belakang. Sedih, kita juga jadi kepikiran ga bisa tenang di rumah. Sampai takut pulang rumah, takut kelamaan ketemu sama papa mama.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Gimana bisa gembira kalau lagi bohong sodara-sodara?
Jujur ya, supaya hati bisa tenang. Kita ga boleh panik, tapi harus tetap waspada. (INI NGETIK PAKE CAPSLOCK KARENA NGOMONGNYA SAMBIL NGEGAS BIAR MASUK DI ITU KEPALA OTAK.)
TETAP RAJIN CUCI TANGAN 6 LANGKAH, PAKAI MASKER MENUTUPI HIDUNG DAN MULUT SAAT DI LUAR RUMAH, PULANG RUMAH LANGSUNG MANDI DAN GANTI BAJU, ATAU MINIMAL CUCI TANGAN DAN KAKI. JANGAN KELUAR RUMAH KALAU TIDAK PENTING ALIAS CUMA BUAT NONGKRONG-NONGKRONG DAN CERITA BATAPUTAR KUPANG..
Akhir kata,
Ini baru permulaan. Kalau ibarat mau tsunami, bulan April kemaren adalah pas surut-surutnya laut sebelum gelombang besar datang. Bulan mei ini adalah awal gelombang itu muncul.
Aku gatau akan sebesar apa dan sampai kapan, karena semua bergantung pada masyarakat. Ingat kan, masyarakat itu garda terdepan pemutus mata rantai infeksi Covid-19. Yuk saling menjaga satu sama lain.
Semua baik adanya
Sampai akhir April 2020, ada beberapa pasien masuk yang kita curigai PDP, tapi berakhir dengan rapid test negatif, atau keburu meninggal sebelum di swab. Apalagi waktu itu lab PCR di Kupang masih belum jadi. Swab diambil tapi hasilnya bisa 2 minggu lebih baru ada kabar.
Waktu itu aku pernah jaga, datang pasien batuk-batuk dengan keadaan umum stabil. Karena stabil dan ga ada riwayat bepergian dan kontak, jadinya kita santai, meriksa pasien dengan APD level 1. Anehnya, dia enggak merasa sesak, padahal parunya rhonki full. Saturasinya juga turun 80an. Tapi ga sesak. Langsung aku teringat sama silent ischemic-nya covid. Apalagi pasien ini anamnesanya berubah-ubah, selama ini di rumah saja, menyangkal ada riwayat bepergian dan kontak dengan orang dari luar kota. I got a bad feeling. Ditambah lagi setelah ngeliat thorax AP nya yang bilateral patchy infiltrat. Labnya juga, NLR ratio lebih dari 5,5. Awalnya pasien di bed dekat nurse station, tapi setelah liat hasil rontgen, langsung aku pindahin ke isolasi UGD. Salah satu keputusan yang tidak pernah aku sesali wkwkw.
Setelah konsul ke dokter spesialis, dokternya setuju rapid test. Hasilnya? Non reaktif. Tapi mon maap ni ya tya sudah punya trust issue dengan rapid test. Sensitivitas spesifisitas alatnya ga jelas. Rapid test kek gitu seharusnya gabisa dipakai buat screening. Tapi ya sudahlah ya, udah kadung dibeli juga sama pemerintah.
Pasien ini setelah ditanya-tanya lagi, baru ngaku kalau dari daerah Kabupaten Kupang. Awalnya bilang dari sana ke Kupang naik kapal, terus berubah lagi jadi naik mobil pribadi. Kan mencurigakan. Aku ga tau mau percaya yang mana. Terus bilang kalo ke kupang 2 kali bolak balik. Jadi pertama naik kapal, kedua naik mobil pribadi. Jujur kesel sih waktu itu. Kan jadinya mudah suudzon sama pasien dan keluarga. Nipu ga ya? Bohong ga ya? Tapi kalau memang pasien ini benar-benar jujur dengan riwayat perjalanannya, transmisi lokal bukan hal yang mustahil lagi di Kupang.
Long story short, setelah drama berjam-jam di UGD, pasien ini berhasil masuk ruangan isolasi dengan diagnosa PDP. Tapi sebelum hasil swab keluar, lebih tepatnya 3 hari setelah masuk UGD, pasien meninggal karena sesak nafas.
Abis itu aku langsung dapat instruksi buat isolasi mandiri di rumah sampai 14 hari setelah pasien itu aku terima. Tapi sampai detik postingan ini aku buat, hasil swabnya masih belum ada :)
Hasil PCR yang lama keluarnya, di satu sisi bikin kita agak 'tenang', di sisi lain bikin kita was was juga karena sebagian besar kasus berakhir menjadi misteri. Dan betul juga, setelah lab PCR di Kupang beroperasi, kasus positif di NTT langsung meningkat secara eksponensial. Tidak sampai seminggu, kasus transmisi lokal langsung terdeteksi.
(Me shouting internally) ITU KANNNNNN! SUDAH KU BILANG JANGAN ANGGAP DI KUPANG TIDAK ADA LOCAL TRANSMISSION. SANTAI SAJA TERUS, JALAN-JALAN SAJA TERUS, NONGKRONG-NONGKRONG SAJA TERUS! MALES CUCI TANGAN SAJA TERUS! YES YOUR IGNORANCE IS YOUR BLISS!
Gini lho, mungkin kamu tidak akan sakit berat saat kamu terinfeksi. Tapi bayangkan betapa besar penyesalanmu nanti, kalau orang yang kamu sayang atau ada orang yang terinfeksi dari kamu. Terus sakitnya berat karena ada penyakit penyerta. Terinfeksi dari kamu.
Makanya pakai masker MENUTUPI HIDUNG DAN MULUT! RAJIN CUCI TANGAN!
Pengen deh membalikkan stigma, kalau garda terdepan itu bukan tenaga medis, tapi masyarakat di luar RS. Apa gunanya RS punya alat lengkap dan tenaga medisnya pake APD lengkap, tapi infeksi di masyarakat jalan terus?
Memang tidak ada satupun dari kita yang mau terinfeksi. Tidak ada yang mau masuk ruang isolasi sendirian. Lagi sakit, lagi sesak terus sendirian. Sungguh tidak menyenangkan sama sekali.
Tapi, kita yang kerja di RS juga ga mau ketularan dari pasien. Gimana kalo dokter dan perawat UGD banyak yang ketularan, terus yang jaga UGD sapa dong? Makanya yuk kita kerja sama. Yuk jujur kalau ditanya apapun oleh dokter dan perawat. Yuk jangan menutup-nutupi info. Bukankah yang kita takuti sebenarnya bukan kasus positif, tapi kebohongan?
Setidaknya kalau kita tau ada yang positif, penanganan akan terstandar, aman bagi pasien, aman bagi tenaga medis. Win win solution kan. Lagipula ini juga bukan penyakit yang angka mortalitasnya tinggi. Bisa kok sembuh, bisa kok sehat lagi. Bisa kok enggak menularkan lagi. Asal sabar dan tabah aja, ga sampe sebulan berobat dan jangan kemana-mana dulu.
Bohong itu capek ga sih? Bukankah bohong itu bisa bikin stres, akhirnya imunitas jadi lebih gampang turun karena hormon stres meningkat? Capek kan bohong. Bikin hati ga bisa tenang. Makanya yuk jujur kalau ditanya di UGD. Tapi alangkah lebih baiknya lagi kalau sakit dan ada riwayat yang mengarah ke infeksi Covid-19, jangan langsung ke RS, tapi telpon dulu puskesmas atau RS terdekat, atau sistem telemedicine yang ada di kota masing-masing. Kalo di Kupang kan sudah ada nomor telpon puskesmas terdekat. Nah itu bisa dipake. Modal pulsa 5rb bisa donggg, demi memutus mata rantai infeksi. Another win-win solution.
Btw ini ada link buat prediksi kemungkinan kita kena covid atau enggak, lumayan membantu buat stratifikasi risiko.
http://insomarisuksesgroup.com/tescovid19/home.html
Percayalah, kita akan sangat respek pada pasien yang jujur sama riwayat sakitnya. Sangat amat sangat menghormati. Tapi kalau dibohongin itu rasanya kayak dikhianati, kek ditusuk dari belakang. Sedih, kita juga jadi kepikiran ga bisa tenang di rumah. Sampai takut pulang rumah, takut kelamaan ketemu sama papa mama.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Gimana bisa gembira kalau lagi bohong sodara-sodara?
Jujur ya, supaya hati bisa tenang. Kita ga boleh panik, tapi harus tetap waspada. (INI NGETIK PAKE CAPSLOCK KARENA NGOMONGNYA SAMBIL NGEGAS BIAR MASUK DI ITU KEPALA OTAK.)
TETAP RAJIN CUCI TANGAN 6 LANGKAH, PAKAI MASKER MENUTUPI HIDUNG DAN MULUT SAAT DI LUAR RUMAH, PULANG RUMAH LANGSUNG MANDI DAN GANTI BAJU, ATAU MINIMAL CUCI TANGAN DAN KAKI. JANGAN KELUAR RUMAH KALAU TIDAK PENTING ALIAS CUMA BUAT NONGKRONG-NONGKRONG DAN CERITA BATAPUTAR KUPANG..
Akhir kata,
Ini baru permulaan. Kalau ibarat mau tsunami, bulan April kemaren adalah pas surut-surutnya laut sebelum gelombang besar datang. Bulan mei ini adalah awal gelombang itu muncul.
Aku gatau akan sebesar apa dan sampai kapan, karena semua bergantung pada masyarakat. Ingat kan, masyarakat itu garda terdepan pemutus mata rantai infeksi Covid-19. Yuk saling menjaga satu sama lain.
Semua baik adanya
Minggu, April 19, 2020
#10yearschallenge
1994 dan RSUD Johannes
Katanya sih lahir disini. Pagi-pagi jam 7, saat operan jaga. Memang lahir di jam-jam operan itu agak-agak bikin gemes bidan dan dokternya. Dokter Sp.OGnya sampe kepeleset dan keseleo gara-gara lari ke VK lama di bawah. Terus sampe sekarang kalo ketemu beliau pasti diingat banget karena bikin beliau keseleo. Katanya sih waktu lahir nangisnya paling kencang.
Katanya.
Katanya sih lahir disini. Pagi-pagi jam 7, saat operan jaga. Memang lahir di jam-jam operan itu agak-agak bikin gemes bidan dan dokternya. Dokter Sp.OGnya sampe kepeleset dan keseleo gara-gara lari ke VK lama di bawah. Terus sampe sekarang kalo ketemu beliau pasti diingat banget karena bikin beliau keseleo. Katanya sih waktu lahir nangisnya paling kencang.
Katanya.
![]() |
Seneng banget dulu bisa masuk ke gedung UGD baru sebelum gedungnya dipake terus foto-foto disana |
2010 dan RSUD Johanes.
Aku masih ingat gimana 'panas'nya situasi waktu itu. Jaman Tya masih hobi ngekor mama muterin rumah sakit literally dari depan UGD sampai ke diklat P2KS di bawah. Nungguin mama rapat dan ngobrol sampai bosen-bosen. Dan masuk ke hampir semua ruangan rawat inap. Every. Single. Saturday. Awalnya males, hari sabtu kan hari libur a.k.a malas-malasan sedunia. Tapi selalu diiming-imingi 'abis dari rumah sakit kita ke mall' atau 'abis dari rumah sakit kita makan di KFC'. Yagimanakutakpunyapilihanlain. Terus lama-lama suka. Mungkin memang dasarnya jiwa petualang ya. Jadi suka aja mengeksplor tempat baru. Dan bau gedung baru di rumah sakit itu enak banget ya kannn... wkwkwk
Aku masih ingat gimana 'panas'nya situasi waktu itu. Jaman Tya masih hobi ngekor mama muterin rumah sakit literally dari depan UGD sampai ke diklat P2KS di bawah. Nungguin mama rapat dan ngobrol sampai bosen-bosen. Dan masuk ke hampir semua ruangan rawat inap. Every. Single. Saturday. Awalnya males, hari sabtu kan hari libur a.k.a malas-malasan sedunia. Tapi selalu diiming-imingi 'abis dari rumah sakit kita ke mall' atau 'abis dari rumah sakit kita makan di KFC'. Yagimanakutakpunyapilihanlain. Terus lama-lama suka. Mungkin memang dasarnya jiwa petualang ya. Jadi suka aja mengeksplor tempat baru. Dan bau gedung baru di rumah sakit itu enak banget ya kannn... wkwkwk
2020 dan RSUD Johanes.
Mana kepikiran waktu itu kalo 10 tahun lagi keterima kerja di sini. Kepikiran jadi dokter aja baru bayang-bayang tipis. But look at today. Tiba-tiba nama udah tercantum di lembar hasil lab di samping kanan tulisan dokter pengirim titik dua. Tiba-tiba udah (lumayan) percaya diri jaga UGD Johanes a.k.a puncak rantai per-rujukan di Nusa Tenggara Timur dan rumah sakit kesayangan masyarakat Kota Kupang (disayang banget sampe tumpah-tumpah :"))
Dan rasanya gampang sekali beradaptasi, ya mungkin karena sudah ada ikatan batin dari jaman dahulu kala ya.
Lahir disini, main disini dari jaman bayi sampai SMA, kerja disini. Untung sekolah ga disini juga wkwkwkw
Dan rasanya gampang sekali beradaptasi, ya mungkin karena sudah ada ikatan batin dari jaman dahulu kala ya.
Lahir disini, main disini dari jaman bayi sampai SMA, kerja disini. Untung sekolah ga disini juga wkwkwkw
Looking forward for another decades ahead!
*Tapi tya sekolah dulu ya biar another decades-nya lebih pinter lagi
*Tapi tya sekolah dulu ya biar another decades-nya lebih pinter lagi
(Btw agak-agak ngeri juga ya membayangkan another decades)
Jumat, Maret 20, 2020
The fear of collaborate
Waktu aku melihat orang-orang hebat/yang berpotensi di sekitarku, kadang aku iri dan takut tersaingi. Tapi pikiran kayak gitu kan ga bagus. Hei kamu punya mimpi yang besar, dan kamu butuh banyak orang hebat lain untuk bisa mewujudkan mimpi besar itu. Dan banyak banget yang harus dikerjakan untuk penelitian ini. Banyak banget in the literal meaning. Untuk tya yang terbiasa bekerja sendiri, beneran datanya banyak banget sampai di tahap totally overwhelmed. Ini aja belom ngambil data follow up di poli.
Dibandingkan bersaing, gimana kalau kita bekerja sama? Aku baru sadar pentingnya networking pas sudah kerja. Agak telat sih, tapi its okay, yang penting kita belajar dan terus memperbaiki diri.
Kerja sama dengan orang lain memang lebih ribet, menyamakan mimpi, menyamakan sistem, berusaha melangkah sama-sama, dll. Risiko di-backstab, risiko dikecewakan, risiko kerjaan ga sesuai ekspektasi. Miskomunikasi memang penyebab tersering masalah antar umat manusia di seluruh dunia. Yang penting ditanamkan dalam masing-masing pribadi adalah we never meant to hurt each other. Walaupun kerja sama sampai nangis marah dan berbagai gejolak emosi lainnya, our heart never meant to hurt each other.
Tapi hasil dari kerja sama itu sungguh amat besar dan worth the pain. We can achieve big things together. Sama kayak ada Sp.JP dan Sp.PD Konsulan Kardiovaskular. Awalnya aku ngira, hmm gimana nih nanti rebutan pasien-pasien jantung. Padahal kan pasien sakit jantung di kota kupang dan di dunia ini banyak. Ngapain takut tersaingi? Kenapa tidak bekerja sama saja?
Tuhan itu tau kamu ga sanggup sendiri. Makanya tiba-tiba nambah aja personilnya. Eh kok tiba-tiba banyak wkwkwkwk. Kusenang juga sih banyak yang minat jantung ternyata. After all this time merasa sendiri dan overwhelmed. Terima kasih sudah membuat mimpi tya terlihat sangat achievable. Bisa nih sekarang kalo tya mau bikin goal yang SMART.
Makanya sekarang, ayo belajar delegasi tugas.
Ayo kerja sama untuk #NTTSEHAT2050 #IndonesiaSehat2050
Dibandingkan bersaing, gimana kalau kita bekerja sama? Aku baru sadar pentingnya networking pas sudah kerja. Agak telat sih, tapi its okay, yang penting kita belajar dan terus memperbaiki diri.
Kerja sama dengan orang lain memang lebih ribet, menyamakan mimpi, menyamakan sistem, berusaha melangkah sama-sama, dll. Risiko di-backstab, risiko dikecewakan, risiko kerjaan ga sesuai ekspektasi. Miskomunikasi memang penyebab tersering masalah antar umat manusia di seluruh dunia. Yang penting ditanamkan dalam masing-masing pribadi adalah we never meant to hurt each other. Walaupun kerja sama sampai nangis marah dan berbagai gejolak emosi lainnya, our heart never meant to hurt each other.
Tapi hasil dari kerja sama itu sungguh amat besar dan worth the pain. We can achieve big things together. Sama kayak ada Sp.JP dan Sp.PD Konsulan Kardiovaskular. Awalnya aku ngira, hmm gimana nih nanti rebutan pasien-pasien jantung. Padahal kan pasien sakit jantung di kota kupang dan di dunia ini banyak. Ngapain takut tersaingi? Kenapa tidak bekerja sama saja?
Tuhan itu tau kamu ga sanggup sendiri. Makanya tiba-tiba nambah aja personilnya. Eh kok tiba-tiba banyak wkwkwkwk. Kusenang juga sih banyak yang minat jantung ternyata. After all this time merasa sendiri dan overwhelmed. Terima kasih sudah membuat mimpi tya terlihat sangat achievable. Bisa nih sekarang kalo tya mau bikin goal yang SMART.
Makanya sekarang, ayo belajar delegasi tugas.
Ayo kerja sama untuk #NTTSEHAT2050 #IndonesiaSehat2050
Let's write the history together!
Senin, Maret 16, 2020
OSCE UKMPPD: dari sisi penguji
Sejak tahun lalu, sudah 3 kali ikutan nguji OSCE UKMPPD. Pertama dapat station nyeri dada dan EKG, kedua dapet station retensio urin dan pasang kateter, ketiga dapat station fraktur dan pasang bidai.
Sebagai orang yang ujian OSCE dengan metode yang sama seperti sekarang, nilai OSCE UKMPPDnya kurang 12 poin dari maksimal dan sudah dapat pelatihan penguji OSCE, sepertinya saranku cukup valid ya.
Yang harus kalian lakukan untuk persiapan OSCE UKMPPD adalah:
1. Selama koass, kerjakan semua tindakan seideal mungkin. Kalaupun tidak bisa ideal karena kenyataan dunia ini, kamu harus tetap ingat, harusnya aku begini, harusnya aku tidak boleh begini. Praktek terus. Sesimpel praktek cuci tangan 6 langkah. Dibiasain aja selama koass. Biar pas UKMPPD ga bikin ngakak pengujinya. (Walopun wastafelnya menghadap tembok, kalian pikir penguji ga ngeliat kalo kalian cuci tangan tidak 6 langkah?). Pasang infus, pasang kateter urin, dan semua tindakan lainnya, biasakan hafal semua checklistnya. Jangan males. Pas koass jangan cuma capek aja, tapi otaknya keisi juga.
Jangan males juga kalo jadi koass. Jangan nolak tindakan. Jangan beralasan "bukan koass bedah dok" jadi gamau rawat luka dan hecting. Atau "bukan koass anak dok" jadi gamau ases pasien anak. Ya asal kerjaanmu yang lain udah beres, dalam artian misal kamu koass anak dan di UGD lagi ga ada pasien anak, ya udah kerjain aja apa yang ada. "Kita gaboleh nulis resep dok" "kita gaboleh nulis status". Nanti pas kamu jaga UGD saat internsip ga bisa milih-milih pasien gitu dan semua harus kamu yang kerjain dan kemungkinan kamu jaga UGD sendirian fyi. Intinya yang rajin jadi koass.
2. Siapkan materi kompetensi 3A, 3B, dan 4.
Di dalam dunia kedokteran yang keras ini, ada buku panduan hidup yang bernama Panduan Praktik Klinis untuk penyakit dan tindakan dokter umum. Baca ya. Itu sungguh mempermudah hidupmu.
3. Latihan sama teman itu penting. Semua langkah dibicarakan. Dan harus beneran dipraktekkan setiap detail langkahnya.
4. Inget ada beberapa pasien yang beda approachnya. Gabosa semua pasien kamu hajar dengan anamnesa lengkap terus cek TTV lanjut pemeriksaan fisik. Khusus untuk pasien trauma, settingannya beda.
Sebagai orang yang ujian OSCE dengan metode yang sama seperti sekarang, nilai OSCE UKMPPDnya kurang 12 poin dari maksimal dan sudah dapat pelatihan penguji OSCE, sepertinya saranku cukup valid ya.
Yang harus kalian lakukan untuk persiapan OSCE UKMPPD adalah:
1. Selama koass, kerjakan semua tindakan seideal mungkin. Kalaupun tidak bisa ideal karena kenyataan dunia ini, kamu harus tetap ingat, harusnya aku begini, harusnya aku tidak boleh begini. Praktek terus. Sesimpel praktek cuci tangan 6 langkah. Dibiasain aja selama koass. Biar pas UKMPPD ga bikin ngakak pengujinya. (Walopun wastafelnya menghadap tembok, kalian pikir penguji ga ngeliat kalo kalian cuci tangan tidak 6 langkah?). Pasang infus, pasang kateter urin, dan semua tindakan lainnya, biasakan hafal semua checklistnya. Jangan males. Pas koass jangan cuma capek aja, tapi otaknya keisi juga.
Jangan males juga kalo jadi koass. Jangan nolak tindakan. Jangan beralasan "bukan koass bedah dok" jadi gamau rawat luka dan hecting. Atau "bukan koass anak dok" jadi gamau ases pasien anak. Ya asal kerjaanmu yang lain udah beres, dalam artian misal kamu koass anak dan di UGD lagi ga ada pasien anak, ya udah kerjain aja apa yang ada. "Kita gaboleh nulis resep dok" "kita gaboleh nulis status". Nanti pas kamu jaga UGD saat internsip ga bisa milih-milih pasien gitu dan semua harus kamu yang kerjain dan kemungkinan kamu jaga UGD sendirian fyi. Intinya yang rajin jadi koass.
2. Siapkan materi kompetensi 3A, 3B, dan 4.
Di dalam dunia kedokteran yang keras ini, ada buku panduan hidup yang bernama Panduan Praktik Klinis untuk penyakit dan tindakan dokter umum. Baca ya. Itu sungguh mempermudah hidupmu.
3. Latihan sama teman itu penting. Semua langkah dibicarakan. Dan harus beneran dipraktekkan setiap detail langkahnya.
4. Inget ada beberapa pasien yang beda approachnya. Gabosa semua pasien kamu hajar dengan anamnesa lengkap terus cek TTV lanjut pemeriksaan fisik. Khusus untuk pasien trauma, settingannya beda.
Iya bener sih semua pasien di periksa ttv dulu
Tapi pasien bedah algoritmanya beda, harus cek primary survey dan secondary survey.
Kalo pasien ga sadar cek dulu ABCnya. Jangan anamnesa. Ya gimana siapa yang anda ajak bicara mohon maaf. Cek dulu airway aman tidak, breathing ada ga, kalau ada adekuat tidak, terus cek nadi dan akral. Kalau ga ada nadi ya RJP. Terus pasang EKG. Jalankan algoritma henti jantung.
Kalo pasien ga sadar cek dulu ABCnya. Jangan anamnesa. Ya gimana siapa yang anda ajak bicara mohon maaf. Cek dulu airway aman tidak, breathing ada ga, kalau ada adekuat tidak, terus cek nadi dan akral. Kalau ga ada nadi ya RJP. Terus pasang EKG. Jalankan algoritma henti jantung.
5. Banyak hal sepele yang sering dilupakan, kayak baca soal baik-baik dan tidak perlu mengerjakan hal yang tidak diminta, baca foto rontgen, dan informed consent tindakan, dll. Bikin gemes penguji tau ga. Ih ini dikit lagi anak ini bisa dapet nilai 3. Gemes. Padahal bisa lho sebenarnya kalian, entah karena gugup atau ga terbiasa.
Makanya waktu koass jangan modal tenaga saja. Tapi otak juga dipakai. Otaknya juga diasah. "Dok ini kenapa diagnosisnya a bukan b?". Kalau bingung nanya aja sih cuy ga perlu sungkan. Ya tapi liat sikon juga ya kapan kerjaan sudah agak longgar baru kalian nanya.
Biasakan mikir kalau nanti aku jaga UGD sendiri dan aku dapat pasien kayak gini, aku harus nanya apa aja, periksa apa aja, dan minta pemeriksaan penunjang apa aja. Biar terbiasa dengan ritme kerja di UGD. Abis a, lanjut b, lanjut c, lanjut d.
6. Hari H, pakai baju rapi, dandan yang cantik dan ganteng, berdiri di depan kaca dan bilang
"You are born to do this. It's always in your blood. Chill, it's just another ordinary day at emergency ward."
Sekian dulu Tya sudah capek ngetik.
Makasih sudah baca.
ps: kalau lu masi koass, baca ko mengerti dan bertobat sudah. Masih ada waktu untuk tobat ya anak dong.
Makanya waktu koass jangan modal tenaga saja. Tapi otak juga dipakai. Otaknya juga diasah. "Dok ini kenapa diagnosisnya a bukan b?". Kalau bingung nanya aja sih cuy ga perlu sungkan. Ya tapi liat sikon juga ya kapan kerjaan sudah agak longgar baru kalian nanya.
Biasakan mikir kalau nanti aku jaga UGD sendiri dan aku dapat pasien kayak gini, aku harus nanya apa aja, periksa apa aja, dan minta pemeriksaan penunjang apa aja. Biar terbiasa dengan ritme kerja di UGD. Abis a, lanjut b, lanjut c, lanjut d.
6. Hari H, pakai baju rapi, dandan yang cantik dan ganteng, berdiri di depan kaca dan bilang
"You are born to do this. It's always in your blood. Chill, it's just another ordinary day at emergency ward."
Sekian dulu Tya sudah capek ngetik.
Makasih sudah baca.
ps: kalau lu masi koass, baca ko mengerti dan bertobat sudah. Masih ada waktu untuk tobat ya anak dong.
Langganan:
Postingan (Atom)